Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, (b) mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.
Tanaman penutup tanah atau tanaman pembantu dapat digolongkan dalam (Osche et al 1961):
Tanaman penutup tanah rendah
Tanaman penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan dan tumbuhan merambat atau menjalar:
- Dipakai dalam pola pertanaman rapat: Calopogonium muconoides Desv, Centrosema pubescens Benth, Mimosa invisa Mart, Peuraria phaseoloides Benth.
- Digunakan dalam pola pertanaman barisan: Eupatorium triplinerve Vahl (daun panahan, godong, prasman, jukut prasman), Salvia occidentalis Schwartz (langon, lagetan, randa nunut), Ageratum mexicanum Sims.
- Digunakanuntuk penguat teras dan saluran-saluran air: Althenanthera amoena Voss (bayem kremah, kremek), Indigofera endecaphylla jacq (dedekan), Ageratum conyzoidesErechtites valerianifolia Rasim (sintrong), Borreria latifolia Schum (bulu lutung, gempurwatu), Oxalis corymbosa DC, Brachiaria decumbens, Andropogon zizanoides (akar wangi), Panicum maximum (rumput benggala), Panicum ditachyumPaspalum dilatum (rumput Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah) . L (babandotan), (balaban, paitan),
Tanaman Penutup Tanah sedang (perdu)
- Dipakai dalam pola pertanaman teratur di antara baris tanaman pokok: Clibadium surinamense var asperum baker, Eupatorium pallessens DC (Ki Dayang, Kirinyuh)
- Digunakan dalam pola pertanaman pagar: Lantana camara L (tahi ayam, gajahan, seruni), Crotalaria anagyroides HBK, Tephrosia candida DC, Tepherosia vogelii, Desmodium gyroides DC (kakatua, jalakan). Acacia villosa Wild (lamtoro merah), Sesbania grandifloraCalliandra calothyrsus Meissn (kaliandra merah), Gliricidia maculata (johar cina, gamal), Flemingia congesta Roxb, Crotalaria striata DC., Clorataria juncea, L. Crotalaria laurifolia Poir (urek-urekan, kacang cepel), Cajanus cajan Nillst (kacang hiris, kacang sarde) dan Indigofera arrecta Hooscht. PERS (turi),
- Penggunaan di luar areal pertanaman utama dan merupakan sumber pupuk hijau dan mulsa, untuk penghutanan dan perlindungan dinding jurang: Leucaena glauca (L) Benth (pete cina, lamtoro, kemelandingan), Tithonia tagetiflora Desp, Graphtophyllum pictum Gries (daun ungu, handeuleum), Cordyline fruticosa Backer, Eupatorium riparium REG.
Tanaman penutup tanah tinggi atau tanaman pelindung
- Digunakan dalam pola teratur di antara baris tanaman utama: Albizia falcata (sengon laut, jeunjing), Grevillea robusta A Cum, Pithecellobium saman benth (pohon hujan), Erythrina sp (dadap), Gliricidia sepium
- Dipakai dalam barisan: Leucaena glauca atau Leucaena leucocephala
- Penggunaan untuk melindungi jurang, tebing atau untuk penghutanan kembali: Albizia falcata dan Leucaena glauca, Albizia procera Benth, Acacia melanoxylon, Acacia mangium, Eucalyptus saligna, Cinchona succirubra, Gigantolochloa apus (bambu apus), Dendrocalamus asper, Bambusa bambos.
Tumbuh-tumbuhan bawah (undergrowth) alami pada perkebunan
Banyak usaha telah dilakukan pada beberapa perkebunana, terutama perkebunan karet, dalam memanfaatkan tumbuh-tumbuhan bawah alami untuk melindungi tanah.
Tumbuhan yang tidak disukai
Banyak tumbuhan yang termasuk dalam tumbuhan pengganggu atau tidak disukai yang dapat berfungsi sebagai penutup tanah atau pelindung tanah terhadap ancaman erosi. Tumbuh-tumbuhan itu tidak disukai karena sifat-sifatnya yang merugikan tanaman pokok dan sulit diberantas atau dibersihkan dari lahan usaha pertanian: Imperata cylindrica, Panicum repens (lampuyangan), Leersia hexandra (kalamento), Saccharum spontaneum (gelagah), Anastrophus compressus dan Paspalum compressum (tumput pahit).
Sumber bahan: Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Inovasi Ekologi dalam Pengelolaan Tanah
Oleh: Subekti Rahayu Gulma adalah momok bagi para petani, karena bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang mereka budidayakan. Hal ini juga dialami para petani kopi di Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat. Gulma seringkali menyaingi tanaman kopi di daerah yang sekitar 70%-nya dipenuhi kebun kopi ini. Bagaimana petani setempat mengatasinya?
Di wilayah ini, gulma umumnya menjadi masalah di kebun kopi naungan sederhana (kopi yang ditanam dengan tanaman penaung jenis polong-polongan) dan kebun kopi muda. Pada kedua jenis kebun kopi ini,kerapatan tajuknya relatif terbuka, apalagi jika pohon penaungnya menggugurkan daun di musim kemarau. Celah antar tajuk memungkinkan sinar matahari menembus permukaan tanah dan memicu pertumbuhanberbagai jenis gulma. Sementara pada kebun kopi jenis multistrata (kopi yang ditanam bersama pohon buahbuahan dan kayu-kayuan), gulma tidak begitu menjadi masalah bagi petani karena tingginya kerapatan tajuk pepohonan dapat menekan pertumbuhan gulma.
Para petani biasanya membersihkan seluruh atau sebagian gulma dengan menggunakan koret (sejeniscangkul kecil). Pembersihan dengan cara ini dapat memicu terbukanya permukaan tanah yang mengawaliterjadinya erosi, terutama pada musim hujan. Biasanya petani menyisakan gulma di sebagian area kebun untuk menghalangi terjadinya erosi. Aktivitas pembersihan gulma ini menuntut alokasi waktu, tenaga, bahkan biaya untuk upah jika menggunakan jasa orang lain.
Selain disebabkan oleh metode pembersihan gulma, erosi juga dipengaruhi oleh ketebalan serasah pada kebun kopi. Serasah yang relatif tebal pada kebun kopi multistrata mengurangi terjadinya erosi tanah sehingga kesuburan tanah tetap terpelihara. Sedangkan, serasah yang relatif sedikit pada kebun kopi naungan sederhana dan kebun kopi muda memungkinan terjadinya lebih banyak erosi, sehingga penurunan kesuburan tanah menjadi lebih cepat. Hal ini terutama terjadi pada kebun yang berada pada tempat-tempat berlereng curam. Sebagai upaya konservasi tanah, para petani kopi umumnya membuat teras dan rorak di antara kebun kopi sehingga tanah yang hanyut, masuk ke dalam rorak tersebut dan tidak terbuang.
Memperkenalkan Arachis pintoi
Gulma dan menurunnya kesuburan tanah menjadi permasalahan utama bagi petani kopi di Sumberjaya, terutama pada kebun-kebun kopi naungan sederhana dan kebun kopi muda. Petani harus mengeluarkan biaya untuk pembersihan gulma dan menyediakan pupuk agar tanahnya kembali subur. Untuk mengatasi dua masalah ini, para petani kopi di Sumberjaya bersama World Agroforestry Centre (ICRAF) berupaya mencari metode yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan ekologis.
Memanfaatkan Arachis pintoi—lebih dikenal sebagai “pintoi” di kalangan petani—kemudian menjadi pilihan bersama. Tanaman sejenis kacang-kacangan ini diperkenalkan oleh ICRAF yang bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanah (BPT) Bogor, sebagai sarana konservasi tanah sekaligus untuk menekan pertumbuhan gulma. Kedua lembaga ini mengajak petani berdiskusi mengenai penurunan kesuburan tanah dan pertumbuhan gulma yang terjadi di kebun kopinya.
Selanjutnya para petani diajak berkunjung ke daerah lain yang telah mempraktikkan penanaman A. pintoi, yaitu kebun percobaan Lembaga Penelitian Kopi serta kebun lada yang ada di Lampung Barat. Setelah kunjungan tersebut, 50 orang petani tertarik untuk menanam A. pintoi di kebun kopinya. Antusiasme petani ini pun disambut ICRAF dan BPT Bogor dengan memberikan bantuan, berupa bibit A. pintoi dan biaya perawatan.
Waktunya Pembuktian
Ada ungkapan yang menyebutkan, “petani tidak perlu janji, tetapi perlu bukti”. Setelah menanam A. pintoi di kebun kopinya, petani dapat melihat sendiri bahwa gulma tidak tumbuh lagi, terutama alang-alang yang sangat sulit dibersihkan.
A. pintoi menghambat pertumbuhan alang-alang karena penutupan permukaan tanah oleh tanaman ini menghalangi sinar matahari yang diperlukan rimpang alang-alang untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman yang bisa tumbuh di tempat teduh dan tahan terinjakinjak ini juga seringkali menang ketika bersaing dengan gulma untuk memperoleh air dan hara. Dengan A. pintoi, selain mengurangi risiko penggunaan herbisida, petani tak perlu lagi meluangkan waktu atau mengeluarkan biaya untuk membersihkan gulma.
A. pintoi yang tumbuh di kebun kopi mampu menutupi permukaan tanah sehingga tanah terjaga kelembabannya, tidak terkikis dan terbawa aliran air ketika hujan. Tanaman ini juga menambah unsur hara tanah melalui kemampuannya mengikat nitrogen dari udara. A. pintoi menyediakan tempat bagi mikroorganisme pengikat fosfor, yang juga membantu proses pelapukan daun dan batangnya. Oleh karenanya, serasah A. pintoi merupakan sumber makanan dan tempat hidup hewan tanah yang berguna dalam pelapukan bahan-bahan organik. Petani juga dapat memanfaatkan A. pintoi untuk makanan ternak, seperti kambing, domba, sapi, dan kerbau. Tanaman yang tidak dapat tumbuh tinggi (maksimal 30 cm) dan dapat diperbanyak dengan stek batang ini bisa menghasilkan hijauan ternak yang cukup bernutrisi.
Pendapat Petani versus Hasil Penelitian
Setelah penanaman A. pintoi di kebun kopi petani berjalan selama tiga tahun, ternyata muncul dua pendapat berbeda di kalangan petani. Dari 50 petani yang berpartisipasi, delapan petani tidak menerapkan lebih lanjut penanaman A. pintoi dengan alasan, mengubah kebun kopi menjadi kebun sayur (1 petani), menjual kebunnya (3 petani), dan merasa bahwa A. pintoi menyulitkan ketika musim panen, karena buah kopi yang jatuh di antara tanaman ini sulit ditemukan, di samping mereka juga menginginkan kebun kopi yang benar-benar bersih dari tanaman lain (4 petani). Sisanya, sebanyak 42 petani mengadopsi metode ini lebih lanjut, antara lain dengan cara mengaplikasikan A. pintoi di kebun lain miliknya, menyebarkan informasi dan manfaatnya ke petani lain, bahkan memberikan bibit ke petani lain untuk ditanam.
Pak Baridi, salah satu petani dari Desa Simpang Sari mengatakan, “Saya mendapatkan banyak pengetahuan dari para peneliti yang datang ke sini, seperti pemanfaatan A. pintoi sebagai tanaman penutup tanah. Awalnya masyarakat di Sumberjaya belum mengetahui manfaat tanaman ini. Namun atas masukan para peneliti, beberapa dari kami mencoba mempraktikkannya di sebuah lahan kecil. Hasilnya terbukti bagus dan mudah dipraktikkan. Kemudian kami mencoba menerapkannya di kebun.
Sayangnya, tidak semua petani di sini percaya dan yakin akan manfaat tanaman tersebut karena mereka belum mempraktikannya sendiri. Sebagian petani tertarik setelah melihat keberhasilan kami, kemudian ikut menerapkannya di lahan mereka.” Ternyata manfaat yang dikemukakan petani sejalan dengan hasil analisis yang dilakukan oleh para peneliti. Hasil analisis membuktikan bahwa di kebun kopi petani yang tidak ditanami A. pintoi terjadi kehilangan tanah akibat erosi sebanyak 10 kali lipat dibandingkan kebun yang ditanami. Hal ini dikarenakan akar A. pintoi dapat mencegah hanyutnya tanah oleh air dan angin. Daun-daunnya juga mengurangi kikisan tetesan air hujan. Bisa dibayangkan, betapa besar unsur hara yang hilang pada kebun yang tidak ditanami A. pintoi. Seiring hilangnya unsur hara, kesuburan tanah akan menurun dan akibatnya hasil panen pun berkurang.
Hasil Pembelajaran
Adanya perbedaan persepsi di antara petani setelah melakukan percobaan penanaman A. pintoi memberikan gambaran bahwa ada hal-hal yang perlu dipelajari dari proses adopsi suatu inovasi. Dengan mengajak petani melakukan penelitian di kebunnya, terlihat bahwa suatu inovasi akan lebih mudah diterima bila petani mendapat bukti nyata dari hasil percobaannya sendiri. Selain itu, petani yang mengadopsi perlu lebih diyakinkan dengan menyertakan bukti-bukti ilmiah berdasarkan hasil penelitian mengenai manfaat inovasi yang coba dikembangkan. Upaya ini perlu dilakukan agar mereka mengembangkan dan menyebarkan apa yang mereka peroleh ke petani lainnya.
Di samping itu, perlu juga dilakukan pendekatan kepada petani yang belum mengadopsi, untuk mengetahui alasan-alasan mengapa mereka tidak mengadopsi. Subekti Rahayu, World Agroforestry Centre (ICRAF), Jl. Cifor, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat Telp: 0251- 625415, Fax: 0251- 625416, E-mail: s.rahayu@cgiar.org Referensi Mulyoutami, E, Stefanus, E, Schalenbourg, W, Rahayu, S and Joshi, L. 2004. Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi dalam Konservasi dan Pengelolaan Tanah pada Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, Agrivita 26:98-107, 18 MARET 2007
Posting Komentar