Archives

gravatar

Hidrologi Dan Daerah Aliran Sungai - Part 1

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cair, gas, padat) pada, dalam, dan di atas permukaan tanah. Temasuk di dalamnya adalah penyebara, daur dan perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri. Sedangakan hidrologi DAS itu sendiri adalah cabang dari ilmu hidrologi yang mempelajari pengaruh pengelolaan vegetasi dan lahan di daerah tangkapan air bagian hulu upper cathment) terhadap daur air, termasuk pengaruhnya terhadap erosi, kualitas air, banjir, dan iklim di daerah hulu dan hilir (Asdak, 2004)

1. Daur Hidrologi

Daur hidrologi secara alamiah dapat dilihat seperti pada gambar, yaitu sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensas, prestipitasi, evaporasi dan transpirasi.

Pemanasan air samdra oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai prestipitasi dalam bentuk hujan, salju, hutan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa prestipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda. (www.labink.or.id, 2006):

a. Evaporasi /transpirasi – Air yang ada di laut, di daratan, di sungai,di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (prestipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

b. Infiltrasi / perlokasi ke dalam tanah – Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat akibat aksi kapiler atau air bergerak secara vertical atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali system air permukaan.

c. Air permukaan – air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama atau danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu samalain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan di sekitar daerah aliran sungai menuju laut.

2. Ekosistem DAS

DAS dianggap sebagi sutu system, sebab di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Pada DAS, setiap ada masukan ke dalamnya maka dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat output dari ekosistem tersebut (Asdak, 2004).

Input berupa curah hujan sedangkan output berupa debit aliran atau muatan sendiman. Komponen-komponen ekosistem DAS di kebanyakan daerah di Indonesiaterdiri atas manusia, vegetasi, tanah, dan sungai. Hujan yang jatuh di suatu DAS akan mengalami interaksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS tersebut, dan pada gilirannya akan menghasilkan keluaran berupa debit, muatan sendimen dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai (Asdak, 2004).

3. Pengelolaan DAS

Pengelolaaan DAS merupakan suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di aderah al9ran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Pengelolaan DAS berarti pengelolaan dan alokasi sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Termasuk terapat pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air serta keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pengelolaan DAS merupakan pertimbangan mengenai aspek-aspek social, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroprasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan (Asdak,2004).

gravatar

Erosi - Part 1

Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah akan selalu mengalami perubahan-perbuahan, yaitu sebagai segi fisik, kimia ataupun biologi tanahnya. Perubahan ini terutatama karena pengaruh berbagai unsur alamiah, tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia yang berkaitan dengan aktivitasnya. Kerusakan tanah yang diakibatkan oleh tindakan manusia yang berlebihan misalnya kerusakan dengan lenyapnya lapisan olah tanah untuk usaha di bidang pertanian (Sutedjo, 1991:99).

Dalam kaitannya dengan perlakuan manusia pada kegiatan pertanian, yang tidak dikelola dengan efektif akan mudah menjadi bumerang bagi manusia itu sendir, adanya keterbatasna ketersediaan tanah yang cocok dan sesuai untuk kegiatan manusia di bidang pertanian dan makin tingginya kebutuhan akan lahan mendorong manuia untuk memanfaatkan tanah secara berlebihan dan cenderung merusak. Keadaan tersebut menyebabkan permasalahn-permasalahan seperti penggunaan lahan yang tidak tepat karena tidak sesuai dengan kelas kemampuannya dan penggunaan lahan yang tidak disertai dengan usaha konservasinya. Kerusakan tanah dapat terjadi karena beberapa hal antara lain: 1) kehilangan unsur hara dan bahan organik di perakaran, 2) penjenuhan tanah oleh air (water logging) dan 3) erosi (Arsyad, 1989: 16).

Erosi berlangsung secara alamiah (geological erosion) yang kemudian berlangsungnya itu dipercepat oleh beberapa tindakan atau perlakuan manuisa terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya (accelerated erosion). Pada erosi alamiahtidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan, karena peristiwa ini banyaknya tanah yang terangkut seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat apat di sebabkan karena kegiatan manusia, kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Usaha pertanian pada umumnya tidak ada yang hasilnya memperlambat laju erosi alam bahkan sebaliknya mempercepat laju erosi dan sudah dapat dipastikan banyak menimbulkan kerugian kepada manusia seperti longsor, banjir, turunnya produktivitas tanah. Pada peristiwa erosi (yang dipercepat) volume pernghanyutan tanah atau laju erosi lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah, sehingga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus dan pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkutnya lapisan tersebut (Sutedjo, 1991: 100).

Erosi merupakan pengikisan dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpas), es bergerak atau angin (Notohadiprawiro, 1999: 74).

Menurut Rahim (2000; 28) erosi merupakan suatu proses yang terdiri dari penguraian massa tanah menjadi partikel-partikel tunggal dan pengangkutan partikel-partikel tunggal tersebut oleh tenaga erosi. Tenaga yang menyebabkan terjadinya erosi adalah air, angin dan salju. Erosi didefinisikan sebagai peristiwa hilangnya atau terkikisnya bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin atau es. Erosi yang paling besar terjadi di Indonesia adalah erosi air. Erosi disebabkan oleh adanya daya disperse dan daya transportasi air pada saat turun hujan. Apabi;a air hujan tidak mampu menghancurkan tanah menjadi butiran-butiran kecil dan otomatis tidak terjadi erosi. Daya dispersi merupakan daya air memisah tanah yang mula-mula dalam bentuk agregat menjadi pecah terdispersi karena adanya tetesan titik-titik air hujan, sehingga menjadi butir-butir yang halus. Daya transportasi merupakan daya angkut bahan yang mengalir, dalam hal ini run off.

Arsyad (1980) memberikan batasan erosi sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami berupa air atau angin (hardjoamidjojo, 1993).

Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (Asdak, 2004)

1. Mekanisme terjadinya erosi

Erosi tanah melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment) dan tahap pengangkutan oleh media yang erosive (transportation). Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan (sedimentation) (suripin, 2002).

Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih-kurang merata ke segala arah, namun untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas tersebut akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka kan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas, baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliram permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikeltanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin,2002).

2. Macam-macam erosi

Ada beberapa tipe erosi sebagai berikut: (Asdak, 2004: 339)

1. Erosi percikan (splash erosion) : proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetic air hujan bebas atau sebagai air lolos.

2. Erosi kulit (sheet erosion) : erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff).

3. Erosi alur (riil erosion) : pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikrl tanah oleh aliran air larian/limpasan yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air.

4. Erosi parit (gully erosion) : membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar serta merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.

a) Erosi parit terputus; dijumpai di daerah bergunung, diawali oleh adanya gerusan yang melebar di bagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air larian yang besar.

b) Erosi parit yang bersambungan: berawal dari terbentuknya gerusan0gerusan permukaan tanah oleh air larian ke tempat yang lebih tinggi dan cenderung berbentuk jari-jari tangan.

c) Erosi parit bentuk V: terjadi pada tanah yang relative dangkal dengan tingkat erodibilitas (tingkat kerapuhan tanah) seragam.

d) Erosi bentuk U: terjadi pada tanah dengan erodibilitas rendah terletak di atas lapisan tanah dengan erodibilitas tanah yang lebih tinggi.

5. Erosi tebing sungai (streambank erosion) : pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar-dasar sungai oleh aliran air sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah adanya gerusan aliran sungai dan oleh adnya longsoran tanah pada tebing sungai.

3. Faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi erosi

Iklim dan geologi merupakan factor utama yang mempengaruhi proses erosi. Disamping karakteristik lahan dan vegetasi, dimana keduanya bergantung pada dua factor terdahulu dan saling mempengaruhi. Diluar factor tersebut, kegiatan manusia di muka bumi juga member andil yang cukup besar pada perubahan laju erosi. Untuk memahami kapan dan bagaimana erosi terjadi, masing-masing factor tersebut harus diuji secara detail dan aspek-aspek yang relevan diidentifikasi secara tepat. Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu: (Suripin, 2004: 41)

1. Iklim

Factor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi adalah hujan, temperatur dan suhu. Hujan mempunyai peranan dalam erosi melalui tenaga pengelupasan dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi meliputi jum;ah atau kedalaman hujan, intensitas dan lamanya hujan.

2. Tanah

Dalam kaitannnya dengan mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi, sifat-sidat fisik tanah yang mempengaruhi meliputi: tekstur, struktur, infiltrasi, dan kandungan bahan organik.

3. Topografi

Faktor topografi pada umumnya dinyatakan dalam kemiringan dan panjang lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng.

4. Vegetasi

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, 2) menurunkan kecepatan dan volume aliran permukaan/limpasan, 3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui system perakaran, 4) mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.

5. Tindakan campur tangan manusia

Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu factor penting terhadap terjadinya erosi yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan yang berpengaruh terhadap erosi misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan untuk pemukiman atau lahan pertanian.

4. Erosi yang diperbolehkan

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan, adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Arsyad, 2000).

Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan disebut nilai T.

Beberapa cara untuk menetapkan nilai T telah dikemukakan, dan besarnya nilai T tanah pada beberapa Negara telah ditetapkan. Thompson (1957) menyarankan sebagai pedoman penerapan nilai T dengan menggunakan kedalaman tanah, permeabiltas lapisan bawah dan kondisi substratum, seperti tertera pada tabel berikut.

Pedoman penetapan nilai T berdasarkan Thompson

(Arsyad, 2000)

Sifat tanah dan Sunstratum

Nilai T

Ton/acre/tahun

Ton/ha/tahun

1

Tanah dangkal di atas batuan

0,5

1,12

2

Tanah dalam di atas batuan

1,0

2,24

3

Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat, di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan)

2,0

4,48

4

Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilotas lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi

4,0

8,96

5

Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi

5,0

11,21

6

Tanah yang lapisan bawahnya permeable (agak cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi

6,0

13,45

Catatan:

·

· Berat volume tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 gr/cc akan tetapi pada umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat volume antara 1,0 sampai 1,2 gr/cc

Hasil penelitian Hardjowigeno (1987)dapat ditetapkan besarnya T maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan tanah (subsoil) yang permeable dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad,2000).

5. Indeks bahaya erosi

Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Nahaya Erosi, yang didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad, 2000: 274) :

Indeks bahaya Erosi =

Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan, indeks bahaya erosi dapat ditentukan seperti pada table berikut:

Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi menurut Hammer

(Arsyad, 2000)

Nilai Indeks Bahaya Erosi

Harkat

<>

1,01 – 4,0

4,01 – 10,0

> 10,01

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

6. Erosi di Indonesia

sebagian besar wilayah di Indonesia beriklim tropis lembab dengan curah hujan yang relatif tinggi, baik dalam hal jumlah maupun intensitasnya. Adapun proses erosi yang terjadi di daerah tropis dengan curah hujan rata-rata > 1.500 mm/tahun adalah dipengaruhioleh air ( kartosapoetra, 1989). Dengan demikian erosi yang terjadi adalah lebih banyakk disebabkan oleh air (hujan). Intensitas hujan yang terjadi di Indonesia tercata sangat bervariasi dan bergantung pada lokasinya, namun menunjuk adanya kecenderungan terjadi erosi ingkat tinggi (Lal 1976).

Erosi yang terjadi di Indonesia menjadi masalah serius sejak pertengahan abad 19, sejalan dengan dibukanya sebagian hutan di jawa untuk tanaman perkebunan. Akibat adanya konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan lahan pertanian secara berlebihan, terutama di daerah hulu daerah alian sungai (DAS) menimbulkan erosi yang semakin cepat, bahkan banjir dan terjadi kerusakan tanah. Banjir terjadiantara lain di daerah Bengawan Solo, Ciliwung, Citandui dan Cimanuk (Utamo, 1989).

Curah hujan dengan jumlah dan intensitas yang tinggi mengakibatkan timbulnya suatu kondisi dimana kecepatan infiltrasi lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah air yang jatuh. Hal inilah yang menimbulkan kelebihan air sebagai aliran permukaan, dan aliran permukaan yang menyebabkan erosi tahap kedua setelah erosi percik yaitu pengangkutan partikel-partikel tanah sesuai dengan hukum gravitasi. Partikel-partikel ini juga berperan sebagai bahan pengikis yang efektif bagi tanah yang dilaluinya (Wisler dan Brater, 1967). Apabila hujan merupakan masukan dalam system hidrologi di aliran sungai tersebut akan menghasilkan keluaran berupa aliran pada outlet.

Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat erosi yang ada di Indonesia yang semakin lama semakin mengkhawatirkan, maka perlu segera dilakukanlangkah-langkah pengaman. Utomo (1983) menegaskan bahwa tindakan pengawetantanah dan air sangat diperlukan guna menanggulangi masalah erosi tersebut. Sedangkan usaha pengawetan tanah dan air bukan usaha menyesuaikan macam penggunaan tanah dengan sifat-sifat tanah, serta member perlakuan yang sesuai dengan syarat-syarat yang dibutuhkan (Arsyad, 1979).

Daftar Isi Basyabook

Follow Me on Twitter

My Skype

My status

Ocehan @basya999

Ngobrol Yuk...

My Google Talk

Artikel Basya World