Archives

gravatar

Geografi : Ilmu Ruang Yg Kehilangan Ruang

Sepanjang geografi dimaknai sebagai sebuah disiplin ilmu yang memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial atau ilmu eksakta lainnya, maka mau tidak mau geografi mesti memiliki kompetensi yang khas pula.

Tuntutan ini, merupakan sebuah konsekuensi logis dari identitas keilmuannya sendiri. Dengan kata lain, manakala geografi (dalam hal ini, ahli geografi) tidak mampu memberikan rumusan tentang kompetensi yang khas dari geografi, atau tidak mampu meyakinkan masyarakat tentang kompetensi khusus dari geografi, maka ilmu ini akan kehilangan identitas diri. Kasus ’cairnya’ identitas geografi ini sangat terasa di lingkungan lembaga pendidikan.
Selama tahun 1995-2002, elit pendidikan geografi digoncang oleh berbagai isu yang sangat mengagetkan nurani-akademiknya. Bahkan, tidak jarang dengan terpaan isu tersebut, mahasiswa geografi merasa gundah gulana dibuatnya.

Pertama, tahun 1997-an, ada isu sejumlah pokok bahasan dalam geografi di SMU akan dialihposisikan (transplacement) atau migrasi pokok bahasan. Melalui suplemen kurikulum tahun 1999, isu ini menjadi satu kenyataan. Guru Geografi di SMU pasca suplement 1999, tidak akan menemukan pokok bahasan bola langit, tenaga geologi, atau litosfera. Pokok bahasan tersebut, dialihposisikan menjadi bagian dari bahasan Fisika di rumpun IPA SMU. Perlu ditegaskan di sini, alihpokok bahasan ini bukan berarti bahwa geografi ada di program IPA, melainkan pokok bahasannya dititipkan ke IPA dan diajarkan oleh guru Fisika.

Kebijakan ini membuat hentakan yang sangat keras bagi mahasiswa, atau guru geografi di lapangan. Sisi tertentu, kebijakan ini dianggap sebagai satu keuntungan. Pada sisi yang lain, dianggapnya sebagai satu kerugian besar bagi geografi. Mereka yang merasa kesulitan mengajar tema-tema tersebut, menyebutnya sebagai satu keuntungan. Dua pokok bahasan utama, yang berbau matematis dan eksakta, dihukumi sebagai pokok bahasan yang tersulit di geografi, dan kini telah keluar dari kurikulum geografi, serta menjadi bagian dari pelajaran fisika. Sedangkan bagi kelompok yang mendambakan tantangan dan pemikiran serta pengetahuan teknis dan praktis, menganggap bahwa pemindahan pokok bahasan ini menjadi awal dari kehancuran identitas geografi yang sesungguhnya. Sebagai sebuah disiplin ilmu yang berkaki di dua kutub (eksakta dan sosial), maka kajian tentang astronomi dan geologi adalah pendukung kuat untuk membentuk identitas geografi sebagai ilmu sintesis antara sosial dan eksakta, sebagaimana yang dibayangkan oleh Haggets. Dengan kata lain, jika geografi di SMU kehilangan pokok bahasan ini, menggambarkan bahwa geografi kehilangan ‘sisi eksakta’ geografi. Bahkan, lebih lanjutnya lagi, geografi akan menjadi mandul atau tidak memiliki jenis kelamin yang jelas.
Kedua, pengeluaran pokok bahasan tersebut, bisa jadi dilandasi oleh alasan tertentu. Misalnya saja, adanya overlap bahasan antara Fisika dan Geografi, ketidakrelevanan bahasan eksakta di struktur bahasan geografi yang cenderung dianggap sosial. Namun demikian, pro kontra tentang pemikiran ini, sangat jelas memberikan sebuah gambaran bahwa elit geografi di Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK), dan di struktur Dinas Pendidikan Nasional, khususnya di bidang Pusat Pengembangan Kurikulum, belum memiliki kepastian dan kejelasan tentang identitas geografi. Di kedua lembaga ini, masih memendam sikap ambivalensi tentang jenis kelamin geografi. Status sosialitas atau eksaktaisnya geografi, belum dapat meyakinkan mereka semua. Menurut penulis, fenomena ini menggambarkan ada gejala kesalahan persepsi dari para perumus kurikulum di tingkat pusat terhadap identitas geografi.

Dalam batas tertentu, Geografi di SMU (juga di SLTP) mereka anggap dan diposisikan sebagai bidang studi sosial. Pada sisi struktur keilmuan, khusus untuk konteks Indonesia, disiplin ilmu geografi ini memang membingungkan. Dari tiga perguruan tinggi nasional di Indonesia ini, geografi memiliki keanekaragaman jenis kelamin. Di Universitas Indonesia (UI) geografi merupakan bagian dari MIPA, di Universitas Gadjah Mada (UGM) geografi menjadi satu fakultas khusus (berbeda dengan Ilmu Sosial), sementara di Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) pendidikan geografi ada di bawah Fakultas Pendidikan IPS. Bagi Forbes (1986:48), di akhir abad XIX, geografi lebih dekat dengan ilmu alam ketimbang sosiologi atau antrologi. Hanya karena ada pengembangan kajian pada geografi pembangunan, geografi manusia dan sejenisnya kemudian identitas ini mulai meluas .

Perbedaan struktur keilmuan ini, bukan hanya terjadi pada soal kebijakan universitas semata, tetapi juga dalam kebijakan nasional dalam proses memasuki jenjang pendidikan tersebut di atas. Mahasiswa yang mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi, secara alamiah tidak akan mampu menembus (sebelum diberlakukannya SPMB tahun 2002) jurusan tersebut secara bebas. Siswa IPS lulusan SMU saat itu, tidak dapat mendaftarkan diri menjadi peserta seleksi calon mahasiswa geografi di UI maupun UGM atau ITB (ada jurusan Geologi atau ilmu Kebumian), sebab struktur geografi di lembaga pendidikan tinggi ini berada di bawah induk jenis pengetahuan alam. Sementara di UPI ada di bawah induk jenis pengetahuan sosial. Hal ini, mengindikasikan bahwa geografi saat itu memiliki dua jenis kelamin yang berbeda. Geografi saat itu, kendatipun memiliki nama yang sama, namun memiliki “lubang depan dan lubang belakang” yang berbeda pula.

Ketiga, tahun 2002, guru geografi diguncang lagi dengan isu bahwa di SMU kelas II, tidak akan ada pelajaran geografi. Pada tingkat ini, mata-pokok ajaran geografi hanyalah akan menjadi suplemen (bahasan titipan) bagi pelajaran-pelajaran yang lainnya. Misalnya saja pada pelajaran fisika, biologi atau mata pelajaran lain yang memiliki pokok bahasan yang erat kaitannya dengan geografi saat ini.

Dengan mengkerdilkan mata pelajaran, dan mengkuruskan posisi jam ajaran di SMU menjadi hanya di kelas I, merupakan indikator yang sangat mengkhawatirkan dalam lingkungan pendidikan geografi. Kebijakan ini merupakan penegasan tentang lemahnya apresiasi perumus Kurikulum pendidikan di tingkat pusat terhadap peran geografi dalam membangun kepribadian generasi muda Indonesia, sehingga mereka memposisikan geografi di SMU pada tingkat tertentu, hanyalah menjadi suplemen saja. Kebijakan ini, pada dasarnya merupakan pengerucutan ulang dari kurikulum sebelumnya, yang memposisikan geografi ada di kelas I dan II. Pada waktu yang lalu, geografi tidak diajarkan di kelas III, karena dianggap bukan bagian dari IPA, juga tidak jelas ke-IPS-annya. Dan saat ini, geografi “diwacanakan” hanya diberi porsi jam pada kelas I saja. Peran geografi yang kerdil ini, sejajar dengan peran mata pelajaran Kesenian atau muatan lokal lainnya.

Adanya ketidakmampuan elit geografi di kalangan Kampus (khususnya kampus pendidikan) untuk meyakinkan elit birokrat pendidikan tentang peran geografi dalam membangun kepribadian generasi muda. Lemahnya bargaining-position ini, terbukti dengan ketiadaannya kemampuan dalam mempengaruhi birokrat dalam merumuskan kurikulum geografi.

Untuk membacanya lebih lanjut, silahkan dowmload DISINI

gravatar

Model-model Pembelajaran

Pembelajaran yang monoton dan membosankan masih sering terjadi di ruang-ruang kelas. Akibatnya siswa kurang bergairah dalam menyerap materi yang disampaikan guru. Hal ini dapat disebabkan kekurangpahaman para guru terhadap berbagai model pembelajaran yang ada. Sehingga langkah-langkah pembelajaran (yang tercantum dalam rencana pembelajaran) masih mengacu pada contoh-contoh standar rencana pembelajaran yang ada. Padahal seyogyanya langkahlangkah pembelajaran dibuat sevariatif mungkin dengan tetap memperhatikan relevansinya terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan secara singkat 34 model pembelajaran yang dapat dipertimbangkan para pendidik guna memperkaya langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukannya.

Untuk membaca lebih lengkap, silahkan download DISINI

gravatar

KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

Keterampilan mengajar bagi seorang guru adalah sangat penting kalau ia ingin menjadi seorang guru yang profesional, jadi disamping dia harus menguasai sumbstansi bidang studi yang diampu, keterampilan dasar mengajar juga adalah merupakan keterampilan penunjang untuk keberhasilan dia dalam proses belajar mengajar. Keterampilan dasar mengajar ini adalah merupakan panduan pengajaran mikro dengan menggunakan perangkat Sydney Micro Skills (1973).

Keterampilan Dasar Mengajar ini adalah :
1. Keterampilan Bertanya
2. Keterampilan Memberi Penguatan
3. Keterampilan Mengadakan variasi
4. Keterampilan Menjelaskan
5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
6. Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil
7. Keterampilan Mengelola Kelas
8. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

8 Keterampilan Mengajar
Juni 13, 2009 — Wahidin
Turney (1973) mengemukakan 8 (delapan) keterampilan dasar mengajar, yakni:
Pertama, keterampilan bertanya yang mensyaratkan guru harus menguasai teknik mengajukan pertanyaan yang cerdas, baik keterampilan bertanya dasar maupun keterampilan bertanya lanjut
Kedua, keterampilan memberi penguatan. Seorang guru perlu menguasai keterampilan memberikan penguatan karena penguatan merupakan dorongan bagi siswa untuk meningkatkan perhatian.
Ketiga, keterampilan mengadakan variasi, baik variasi dalam gaya mengajar, penggunaan media dan bahan pelajaran, dan pola interaksi dan kegiatan
Keempat, keterampilan menjelaskan yang mensyaratkan guru untuk merefleksi segala informasi sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Setidaknya, penjelasan harus relevan dengan tujuan, materi, sesuai dengan kemampuan dan latar belakang siswa, serta diberikan pada awal, tengah, ataupun akhir pelajaran sesuai dengan keperluan.
Kelima, keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Dalam konteks ini, guru perlu mendesain situasi yang beragam sehingga kondisi kelas menjadi dinamis.
Keenam, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil. Hal terpenting dalam proses ini adalah mencermati.aktivitas siswa dalam diskusi.
Ketujuh, keterampilan mengelola kelas, mencakupi keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, serta pengendalian kondisi belajar yang optimal.
Kedelapan, keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, yang mensyaratkan guru agar mengadakan pendekatan secara pribadi, mengorganisasi-kan, membimbing dan memudahkan belajar, serta merencanakan dan melaksana-kan kegiatan belajar-mengajar.
sumber : dibaca dari Buku Pengelolaan Kelas/Drs. ade rukmana, Asep sunary S.Pd, Mpd.

8 Keterampilan Dasar Mengajar
Keterampilan dasar mengajar adalah keterampilan yang sangat kompleks dan bersifat generik yang memerlukan latihan secara bertahap dan sistematis untuk menguasainya. Untuk keperluan latihan keterampilan ini dapat dipilah-pilah, tetapi pada akhirnya harus diterapkan secara utuh dan terintegrasi.

Untuk membaca lebih lengkap, silahkan download DISINI

gravatar

FISIOGRAFI DAN POTENSI FISIK NUSA TENGGARA

Kepulauan Nusa Tenggara terletak di Indonesia bagian tengah yang tersebar sepanjang 2.850 km dari barat ke timur (1150 49’ BT sampai 134054’ BT) dan 1.450 km dari utara ke selatan (2036’ LU sampai 110LS). Nusa tenggara berada diantara bagian timur pulau Jawa dan kepulauan Banda tediri dari pulau-pulalu kecil dan lembah sungai. Secara fisik, dibagian utara berbatasan dengan pulau Jawa, bagian timur dibatasi oleh kepulauan Banda, bagian utara dibatasi oleh laut Flores dan bagian selatan dibatasi oleh Samudra Hindia Terdapat lima pulau besar yaitu Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan Sumba. Selain itu terdapat pulau-pulau kecil lainnya.

Kondisi fisik Nusa Tenggara sangat berbeda dengan kawasan lainnya di Indonesia. Kepulauan ini terdiri dari pulau-pulau vulkanis dan rangkaian terumbu karang yang tersebar di sepanjang lautan yang terdalam di dunia, dan tidak memiliki pulau besar, seperti Jawa dan Sumatera.

Asal-usul kepulauan ini dan proses-proses yang dialami dalam pembentukan pulau-pulau yang sampai sekarang masih terjadi sangat mempengaruhi posisi, ukuran, dan bentuk pulau. Sebagian besar pulau-pulau di kawasan ini, secara geologis, masih sangat muda, umurnya berkisar antara 1-15 tahun dan tidak pernah merupakan bagian dari massa daratan lain yang lebih besar. Kerumitan kondisi geologi Nusa Tenggara disebabkan oleh posisinya di persimpangan tiga lempeng geologis yaitu lempeng Asia, lempeng Australia, lempeng Pasifik dan dua benua yaitu Asia dan Australia.

Secara geologi nusa tenggara berada pada busur Banda. Rangkaian pulau ini dibentuk oleh pegunungan vulkanik muda. Pada teori lempeng tektonik, deretan pegunungan di nusa tenggara dibangun tepat di zona subduksi indo-australia pada kerak samudra dan dapat di interpretasikan kedalaman magmanya kira-kira mencapai 165-200 km sesuai dengan peta tektonik Hamilton (1979).

Pulau-pulau di Nusa Tenggara terletak pada dua jalur geantiklinal, yang merupakan perluasan busur Banda di sebelah barat. Geantiklinal yang membujur dari timur sampai pulau-pulau Romang, Wetar, Kambing, Alor, Pantar, Lomblen, Solor, Adonara, Flores, Rinca, Komodo, Sumbawa, Lombok dan Bali.

Kondisi iklim di Nusa tenggara barat maupun timur tidak mempunyai berbedaan yang mencolok, hal ini terlihat dengan adanya kondisi alam yang hampir sama di wilayah tersebut, misalnya terdapatnya padang rumput yang luas sehingga mempengaruhi iklim yang ada. Selain itu juga karena wilayah nusa tenggara yang berbentuk pulau-pulau sempit juga mempengaruhi iklim yang ada disana. Nusa tenggara tergolong beriklim kering, yang antara lain ditandai dengan jumlah curah hujan yang sedikit, dan tidak terbagi merata. Selain itu pada daerah dengan iklim kering ditandai dengan luasnya padang rumput.

Berdasarkan penyebarannya, maka prosentasi jenis-jenis tanah di wilayah Nusa Tenggara Timur antara lain terdiri dari tanah Mediteran 51%; tanah-tanah kompleks 32,25%; Latosol 9,72%; Grumusol 3,25%; Andosol 1,93%; Regosol 0,19% dan jenis tanah Aluvial 1,66% (Sumber Rencana Umum Kehutanan Propinsi Dati I Nusa Tenggara Timur tahun 1987).

Nusa Tenggara merupakan kepulauan yang dikelilingi laut dan terletak di pesisir pantai,hal ini juga akan mempengaruhi kondisi hidrologi. Secara umum keadaan hidrologi Nusa Tengara sangat bergantung pada curah hujan setempat. Wilayah perairan laut Nusa Tenggara Barat termasuk pada perairan laut dalam dengan dasar perairan yang terdiri dari batu karang dan pasir.Meskipun curah hujan di kabupaten lombok barat relatif rendah, di wilayah kota ini mengalir 4 buah sungai yang cukup besar dan potensial sebagai sumber mata air permukaan. Sungai yang terdapat di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya mempunyai fluktuasi aliran air yang cukup tinggi, pada musim penghujan berair dan banjir, sedangkan pada musim kemarau berkurang bahkan ada yang tidak berair sama sekali.

Pemanfaatan lahan untuk pengembangan potensi wilayah kepulauan Nusa Tenggara berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi fisik lahan yang bervariasi dalam hal topografi, kelerengan, kesuburan tanah dan pasang surut air. Adapun pemanfaatan lahan di Nusa Tenggara antara lain untuk pertanian, perhutanan, pertambangan, perkebunan, perternakan, perikanan, dan pariwisata.

Untuk membacanya lebih lengkap, silahkan download DISINI

gravatar

POTENSI DAERAH LAWANG-KAB.MALANG MENJADI AGROWISATA

A. Latar Belakang

Lahan merupakan sumber daya alam yang terpenting di dalam pembangunan wilayah, akan tetapi perlu dipahami bahwa lahan mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:

? Mempunyai sifat khusus yang permanen, lokasi yang pasti, dan tidak ada satu bidang tapak lahan yang mempunyai nilai yang persis sama. Terlebih lagi bagi lahan perkotaan, secara kumulatif mempunyai nilai yang lebih tinggi karena mendapat kelengkapan sarana dan prasarana serta kemudahan yang relatif lebih baik.

? Ketersediaan lahan terbatas dan langka.

? Merupakan tumpuan harapan dari berbagai kepentingan dan keinginan (baik yang dikuasai secara sah/legal, maupun tidak sah/ilegal menurut peraturan perundangan yang berlaku.

Kebutuhan ruang yang terus meningkat sejalan dengan perkembangan kualitas hidup dan peradaban manusia, globalisasi ekonomi, dan gejala-gejala urbanisasi menyebabkan dampak yang cukup besar terhadap kebutuhan ruang. Sementara keterbatasan dan kelangkaan lahan pada umumnya menjadi masalah karena sebagian besar lahan kota secara fisik telah ditempati dan digunakan untuk kegiatan tertentu. Di samping itu aspek yuridis dan pemilikan lahan juga mempersulit keadaan di dalam melakukan penyediaan dan pengadaan lahan untuk dimanfaatkan bagi pembangunan wilayah pada waktu, lokasi, dan harga yang tepat.

Dalam laporan ini akan dibahas mengenai salah satu sektor tata guna lahan di daerah kabupaten Malang khususnya didaerah Lawang. Sektor yang berpotensi disini yaitu bidang pariwisatanya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana potensi dan tata guna lahan di daerah Lawang untuk dijadikan kawasan pariwisata kebun teh?

2. Bagaimana kesesuaian potensi pariwisata kebun teh di Lawang dengan standar yang ada?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan

Mengidentifikasi potensi pariwisata di kawasan Lawang Malang untuk pengembangan pariwisata kota Lawang dimasa depan. Selain pengembangan menjadi kota pariwisata baru yang merupakan kawasan permukiman.

Manfaat

Agar kawasan Lawang dapat berkembang di kemudian hari sebagai kota pariwisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Rumusan potensi pariwisata di kawasan Lawang dapat dijadikan salah satu arahan bagi penataan kawasan pariwisata lainnya. Memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan yang dihadapi kawasan Lawang dalam mewujudkan kota pariwisata.
Untuk membacanya lebih lanjut, silahkan download DISINI

gravatar

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN KAITANNYA DENGAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Limbah industri adalah sisa buangan atau limbah industri dapat berupa gas dan debu, cairan atau padatan. Adapun sisa buangan cair yang dikeluarkan oleh proses-proses dalam industri sering disebut air limbah industri. Keberadaan senyawa organik dalam air limbah pada kolam konvensional merupakan penyebab yang menjadikan air limbah termasuk salah satu sumber penghasil gas rumah kaca yang menjadi sebab utama perubahan iklim global, dimana senyawa organik pada air limbah akan terurai menjadi karbondioksida (CO2)­­ dan atau metan (CH4,). Sehingga semakin tinggi tingkat produksi air limbah maka semakin tinggi pula tingkat produksi gas rumah kaca yang berarti mempercepat terjadinya perubahan iklim global. Air limbah yang berpotensi menghasilkan emisi metan adalah air limbah yang berasal dari limbah industri antara lain industri kelapa sawit, industri tapioka, industri nenas, industri karet, pabrik gula, industri makanan dan petrokimia. Mencegah terbentuknya limbah (up of the pipe), meminimalkan terbentuknya limbah, memanfaatkan limbah (reuse, recycle, recovery) serta mengolah limbah secara benar melalui pendekatan teknologi pengolahan limbah (end of the pipe) merupakan upaya-upaya mitigasi pengurangan Gas Rumah Kaca melalui pengendalian dan pengelolaan pencemaran air limbah industri. Adapun beberapa metode dalam upaya tersebut diantaranya dengan metode ko-komposting atau dengan proses digester anaerob dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca, recovery metan dari IPAL, menghindari pembentukan metan pada IPAL melalui penggantian sistem anaerobik dengan sistem aerobik. Beberapa metode yang pernah diterapkan diantaranya ekstraksi metan dan pembangkit energi pada industri tepung tapioka dan penangkapan Metan dan pembakaran (combustion) pada sistem pengolahan efluen anaerobik yang telah ada.

Kata Kunci : Air limbah industri, perubahan iklim global, Gas Rumah Kaca, pengendalian

Untuk membacanya lebih lengkap lagi, silahkan download DISINI

Daftar Isi Basyabook

Follow Me on Twitter

My Skype

My status

Ocehan @basya999

Ngobrol Yuk...

My Google Talk

Artikel Basya World