Peranan Konservasi Tanah dan Air dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
PENDAHULUAN
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut. Dalam Bahasa Inggris pengertian DAS sering diidentikan dengan watershed, catchment area atau river basin.
Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa DAS adalah suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik yang sama sepanjang suatu aliran atau sungai. Dengan demikian DAS atau watershed dapat terbagi menjadi beberapa sub DAS dan sub-sub DAS, sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari beberapa puluh meter persegi sampai ratusan ribu hektar tergantung titik pengukuran ditempatkan.
Apabaila ada kegiatan di suatu DAS maka kegiatan tersebut dapat mempengaruhi aliran air di bagian hilir baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Penebangan hutan secara sembarangan di bagian hulu suatu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di bagian hilir. Pada musim hujan air sungai akan terlalu banyak bahkan sering menimbulkan banjir tetapi pada musim kemarau jumlah air sungai akan sangat sedikit atau bahkan kering. Disamping itu kualitas air sungai pun menurun, karena sedimen yang terangkut akibat meningkatnya erosi cukup banyak. Perubahan penggunaan lahan atau penerapan agroteknologi yang tidak cocok pun dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir ke bagian hilir.
Oleh karena itu, dari segi hidrologi, erosi dan sedimentasi, DAS dapat dianggap sebagai suatu sistem dimana perubahan yang terjadi di suatu bagian akan mempengaruhi bagian lain dalam DAS tersebut. Berbagai kegiatan dalam pengelolaan dan pengembangan DAS yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air, yang pada gilirannya kualitas seluruh lingkungan hidup, antara lain, penebangan hutan, penambangan, permukiman, lingkungan pabrik, perubahan penggunaan lahan, penerapan teknik konservasi tanah dan air, pengembangan pertanian lahan kering, termasuk tanaman pangan, tanaman perkebunan, seperti tebu, karet, kelapa sawit, dan perubahan agroteknologi.
DAMPAK KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Sumberdaya alam utama yang terdapat dalam suatu DAS yang harus diperhatikan dalam pengelolaan DAS adalah sumberdaya hayati, tanah dan air. Sumberdaya tersebut peka terhadap berbagai macam kerusakan (degradasi) seperti kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity), kehilangan tanah (erosi), kehilangan unsur hara dari daerah perakaran (kemerosotan kesuburan tanah atau pemiskinan tanah), akumulasi garam (salinisasi), penggenangan (water logging), dan akumulasi limbah industri atau limbah kota (pencemaran) (Rauschkolb, 1971; ElSwaify, et. al. 1993). Menurunnya kualitas air yang disebabkan baik oleh sedimen yang bersumber dari erosi maupun limbah industri (polusi) sudah sangat dirasakan di daerah aliran sungai yang berpenduduk padat.
Erosi di daerah tropika basah dengan berbagai fenomena yang bertalian erat dengannya seperti penurunan produktivitas tanah, sedimentasi, banjir, kekeringan, termasuk jenis kerusakan DAS yang memerlukan penanganan segera dengan menggunakan teknologi yang telah dikuasai maupun teknologi baru, agar degradasi lingkungan tidak berlanjut mencapai tingkat yang gawat. Dampak negatif erosi terjadi pada dua tempat yaitu pada tanah tempat erosi terjadi, dan pada tempat sedimen diendapkan.
Kerusakan utama yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi adalah kemunduran kualitas sifat-sifat biologi, kimia, dan fisik tanah. Kemunduran kualitas tanah tersebut dapat berupa kehilangan keanekaragaman hayati, unsur hara dan bahan organik yang terbawa oleh erosi, tersingkapnya lapisan tanah yang miskin hara dan sifat-sifat fisik yang menghambat pertumbuhan tanaman, menurunnya kapasitas infiltrasi dan kapasitas tanah menahan air, meningkatnya kepadatan tanah dan ketahanan penetrasi serta berkurangnya kemantapan struktur tanah. Hal tersebut pada akhirnya berakibat pada memburuknya pertumbuhan tanaman, menurunnya produktivitas tanah atau meningkatnya pasokan yang dibutuhkan untuk mempertahankan produksi. Memburuknya sifat-sifat biologi, kimia dan fisik tanah serta menurunnya produktivitas tanah sejalan dengan semakin menebalnya lapisan tanah yang tererosi (Sudirman et al 1986).
Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut oleh aliran permukaan diendapkan di bagian tertentu atau masuk ke sungai serta diendapkan di dalam sungai, waduk, danau atau saluran-saluran air. Disamping itu dengan berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah yang mengalami erosi akan menyebabkan aliran permukaan (run off) meningkat. Peningkatan aliran permukaan dan mendangkalnya sungai mengakibatkan banjir semakin sering dengan tingkatan (derajat) yang semakin berat pada setiap musim hujan. Terjadinya banjir sudah merupakan fenomena yang berulang setiap tahun di banyak DAS di Indonesia.
Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS menyebabkan pengisian kembali (recharge) air di bawah tanah (ground water) juga berkurang yang mengakibatkan kekeringan di musim kemarau. Dengan demikian terlihat bahwa peristiwa banjir dan kekeringan merupakan fenomena ikutan yang tidak terpisahkan dari peristiwa eropsi. Bersama dengan sedimen, unsur-unsur hara terutama N dan P serta bahan organikpun banyak yang ikut terbawa masuk ke dalam waduk atau sungai (Sinukaban 1981). Hal ini mengakibatkan terjadinya eutrofikasi berlebihan dalam danau atau waduk sehingga memungkinkan perkembangan tananam air menjadi lebih cepat dan pada akhirnya mempercepat pendangkalan dan kerusakan waduk atau danau tersebut. Meningkatnya aktivitas pertambangan dan pembanguan pabrik yang tidak diikuti dengan teknik konservasi dan penanganan limbah yang memadai, akan meningkatkan pencemaran yang luar biasa di bagian hilir.
Dari gambaran tersebut telihat juga bahwa laju erosi suatu DAS dapat dijadikan salah satu indikator kecepatan proses pengrusakan (degradasi) DAS. Untuk menilai laju erosi yang terjadi di suatu DAS, petunjuk dasar yang mudah diperoleh adalah konsentrasi sedimen dalam aliran permukaan (Sinukaban 1981). Berdasarkan konsentrasi sedimen dalam air sungai, laju erosi di beberapa DAS di Indonesia pada 30 – 40 tahun yang lalu sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan (Badrudin Mahbub, 1978) dan di banyak tempat sudah lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan (Sinukaban 1994). Dari perkembangan pengamatan ternyata laju erosi saat ini sudah semakin meningkat dan sudah jauh lebih gawat dari pada keadaan 30 – 40 tahun yang lalu, terutama pada DAS kategori prioritas I.
Banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau adalah indikator utama kerusakan DAS yang sangat jelas. Pada dasarnya banjir terjadi karena sebagian besar dari hujan yang jatuh ke bumi tidak masuk kedalam tanah mengisi akuifer, tetapi mengalir di atas permukaan yang pada gilirannya masuk ke sungai dan mengalir sebagai banjir ke bagian hilir. Hal ini terjadi karena kapasitas infiltrasi tanah sudah menurun akibat rusaknya DAS. Faktor utama kerusakan DAS yang mengakibatkan menurunnya infiltrasi adalah: (1) hilang / rusaknya penutupan vegetasi permanen / hutan di bagian huilu, (2) pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, dan (3) penerapan teknologi pengelolaan lahan / pengelolaan DAS yang tidak memenuhi syarat yang diperlukan.
Penurunan infiltrasi akibat kerusakan DAS mengakibatkan meningkatnya aliran permukaan (run off) dan menurunnya pengisian air bawah tanah (groundwateri) mengakibatkan meningkatnya debit aliran sungai pada musim hujan secara drastis dan menurunnya debit aliran pada musim kemarau. Pada keadaan kerusakan yang ekstrim akan terjadi banjir besar di musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kehilanghan air dalam jumlah besar di musim hujan yaitu mengalirnya air ke laut dan hilangnya mata air di kaki bukit akibat menurunnya permukaan air bawah tanah. Dengan perkataan lain, pengelolaan DAS yang tidak memadai akan mengakibatkan rusaknya sumberdaya air.
PERANAN KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA PELESTARIAN PRODUKTIVITAS DAN SUMBERDAYA AIR
Untuk menjaga produktivitas lahan, maka penggunaan lahan harus sesuai dengan kemampuan lahan serta penggunaan agroteknologi harus disertai dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai. Tipe teknik konservasi tanah dan air yang banyak diterapkan di seluruh dunia termasuk dalam pengelolaan DAS di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama yaitu agronomi, vegetatif, struktur, dan manajemen (WASWC, 1998).
Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok agronomi antara lain penanaman tanaman campuran (tumpang sari), penananam berurutan (rotasi), penggunaan mulsa, pengolahan tanah minimum, penananam tanpa olah tanah, penanaman mengikuti kontur, penananam di atas guludan mengikuti kontur, penggunaan pupuk hijau atau pupuk buatan, dan penggunaan kompos.
Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok vegetatif antara lain penanaman tanaman pohon atau tanaman tahunan (seperti kopi, teh, tebu, pisang), penanaman tanaman tahunan di batas lahan (tanaman pagar), penanaman strip rumput (vetiver, rumput makanan ternak).
Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok struktur antara lain saluran penangkap aliran permukaan, saluran pembuangan air, saluran teras, parit penahan air (rorak), sengkedan, guludan, teras guludan, teras bangku, dam penahan air, dan embung pemanen air hujan.
Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok manajemen antara lain perubahan pengunaan lahan menjadi lebih sesuai, pemilihan usaha pertanian yang lebih cocok, pemilihan peralatan dan masukan komersial yang lebih tepat, penataan pertanian termasuk komposisi usaha pertanian, dan penentuan waktu persiapan lahan, penanaman, dan pemberian input.
Penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai di berbagai proyek pengembangan pertanian dan penelitian telah membuktikan bahwa teknik konservasi tanah dan air mampu menstabilkan produktivitas pertanian dan bahkan pada beberapa tempat mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani (Sihite dan Sinukaban, 2004).
Penanaman sayuran mengikuti kontur pada tanah Andosol yang mempunyai drainase yang baik di Citere Jawa Barat mampu mempertahankan produktivitas lahan dan sangat efektif menekan erosi. Penggunaan rorak dan tananam penaung multistrata di pekebunan kopi rakyat mampu menekan erosi dan meningkatkan pendapatan petani sampai lebih dari Rp. 6.000.000 di DAS Besai Lampung barat.
Untuk menjaga kelestarian sumberdaya air di suatu DAS, maka penutupan vegetasi permanen harus tetap dijaga kelestariannya, penggunaan lahan harus sesuai dengan kemampuan lahan dan teknologi pengelolaan DAS harus memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Di DAS yang didominasi oleh daerah pertanian, penerapan teknik konservasi yang memadai sangat diperlukan untuk meningkatkan infiltrasi dan menurunkan aliran permukaan yang pada gilirannya dapat melestarikan sumberdaya air.
Hasil penelitian tentang pengaruh teknik konservasi tanah dan air yang memadai dalam pengelolaan DAS terhadap kelestarian sumber daya air di Jawa Barat dan Lampung sangat positif (Sinukaban et al, 1998, Sihite dan Sinukaban 2004). Penelitian di Jawa Barat dan Lampung Barat tersebut menunjukan bahwa teknik pengelolaan DAS yang memenuhi kaidah konservasi tanah dan air akan menurunkan aliran permukaan (quick flow) dan menaikan aliran dasar (base flow) serta memperpanjang masa aliran dasar secara substansial (Sinukaban et al, 198).
Walaupun hanya sepertiga dari luas DAS yang menerapkan teknik konservasi yang memadai, teknik konservasi tersebut sudah mampu menekan koefisien aliran permukaan dari 0,72 menjadi 0,49 pada tahun berikutnya dan menjadi 0,39 dua tahun setelah penerapan teknik konservasi. Disamping itu koefisien aliran dasar (base flow) meningkat dari 0,28 menjadi 0,51 pada tahun berikutnya dan menjadi 0,61 dua tahun setelah peneapan teknik konservasi (Tabel 1). Disamping adanya peningkatan debit aliran dasar, penerapan teknik konservasi tanah dan air juga memperpanjang lamanya aliran dasar dari hanya sampai bulan Juni pada saat belum diterapkannya teknik konservasi menjadi sampai bulan Juli setelah setahun penerapannya dan menjadi sampai bulan Agustus setelah dua tahun (Gambar 1 dan 2). Bila dikombinasikan dengan peningkatan penutupan vegetasi permanen dan menempatkan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuannya maka kelestarian sumberdaya air di DAS akan terjaga secara lestari.
KONSEPSI PENGEMBANGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Pengembangan / pengelolaan DAS adalah rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, seraya membina hubungan yang harmonis antara sumberdaya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari. Untuk itu maka setiap kegiatan dalam DAS harus juga memenuhi tujuan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Suatu kegiatan pembangunan dapat dikatakan berkelanjutan apabila pembangunan itu dapat mewujudkan paling sedikit tiga indikator utama secara simultan yaitu pendaatan yang cukup tinggi, teknologi yang digunakan tidak mengakibatkan degradasi lingkungan dan teknologi tersebut dapat diterima (acceptable) dan dapat dikembangkan oleh masyarakat (replicable) dengan sumberdaya lokal yang dimiliki.
Keadaan DAS dianggap sebagai suatu sistem, maka dalam pembangunannya pun, DAS harus diperlakukan sebagai suatu sistem (Gill, 1979). Dengan memperlakukan DAS sebagai suatu sistem dan pengembangannya bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan, maka sasaran pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri yang baik sebagai berikut:
- Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi. Setiap bidang lahan harus memberikan produktivitas yang cukup tinggi sehingga dapat mendukung kehidpan yang layak bagi petani yang mengusahakannya. Produktivitas yang tinggi dapat diperoleh apabila lahan tersebut digunakan sesuai dengan kemampuannya. Untuk itu harus dipilih komoditas pertanian yang cocok dengan faktor biofisik setempat dan dikelola dengan agroteknologi yang memenuhi persyaratan, sehingga produktivitas tetap tinggi dan kualitas lahan terjaga secara lestari.
- Mampu mewujudkan pemerataan produktivitas di seluruh DAS. Perencana pengelolaan DAS harus memberikan perhatian serius pada hal ini agar seluruh stakeholders di dalam DAS memperoleh pendapatan yang dapat mendukung kehidupan yang layak. Apabila keadaan seperti ini terwujud maka DAS tersebut akan bersifat lentur, sehingga walaupn ada kegagalan produksi di salah satu bagian DAS akibat bencana alam, maka bagian lain DAS akan dapat membantu bagian yang terkena bencana.
- Dapat menjamin kelestarian sumberdaya air. Salah satu faktor penting yang harus diwujudkan dalam setiap sistem pengelolaan DAS adalah menjaga fungsi DAS sebagai pengatur tata air yang baik. Oleh sebab itu fungsi hidrologis DAS harus dapat terjaga secara lestari yang dicirikan oleh ketersediaan sumberdaya air yang meliputi kuantitas, kualitas dan distribusi yang baik sepanjang tahun di seluruh DAS.
Suatu daerah aliran sungai terdiri dari bagian hulu, tengah dan hilir. Berbagai kegiatan dapat dijumpai dalam pengembangan satu DAS, antara lain, kegiatan konstruksi seperti: pembangunan jalan, perluasan kota / daerah permukiman, industri, pengembangan tenaga listrik, dam atau waduk untuk irigasi atau hidrolistrik, kegiatan pengerukan, pembangunan kanal, transportasi / navigasi, pertambangan, pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan serta kegiatan lainnya.
Setiap kegiatan bertujuan untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Dari sisi lain kegiatan tersebut mempunyai kemungkinan menghasilkan dampak negatif terhadap kegiatan lainnya. Oleh karena itu semakin banyak kegiatan dalam pengembangan suatu DAS apabila tidak dilandasi oleh suatu perencanaan yang menyeluruh dan terintegrasi, akan semakin besar terjadinya persaingan atau konflik atau benturan di antara berbagai kegiatan yang dapat menimbulkan berbagai masalah.
Sebagai contoh kemungkinan terjadinya benturan berbagai kegiatan adalah pekerjaan penggalian / pembongkaran tanah selama kegiatan konstruksi dam, waduk atau jalan raya dapat mengakibatkan terjadinya sedimentasi perairan di sebelah hilir. Pengembangan pertanian di daerah berlereng, apabila tidak disertai usaha konservasi yang memadai, akan menyebabkan terjadinya erosi dan sedimentasi pada dam / waduk. Demikian pula dengan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan yang dapat diakibatkan oleh pembangunan di bidang industri atau pertambangan. Tujuan yang lebih besar dari setiap kegiatan pembangunan dalam suatu DAS seharusnya sama, yaitu untuk menmberikan kontribusi pada: (1) pembangunan ekonomi nasional, (2) pembangunan daerah atau wilayah, (3) usaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Untuk menghindari atau mengurangi kemungknan timbulnya masalah, benturan atau persaingan antar kegiatan dalam suatu DAS, diperlukan suatu rencana pengembangan yang komprehensif dan terpadu. Betapa pun sukarnya penyusunan rencana ini, hanya dengan cara inilah tujuan kegiatan tersebut dapat dicapai, tanpa atau dengan benturan yang minimal. Di dalam perencanaan yang demikian, berbagai aspek yang mempengaruhi pengelolaan DAS seperti sifat tanah, karakteristik hidrologi DAS, potensi yang dapat dikembangkan guna memberikan kontribusi di bidang: pangan, industri , pertambangan, penyediaaan air untuk irigasi, industri dan air minum, maupun kemungkinan terjadinya banjir, erosi, sedimentasi dan lainnya, harus diperhitungkan. Demikian pula dengan faktor sosial ekonomi seperti kependudukan, tingkat pendapatan, pemasaran hasil, kelembagaan, pelayanan di bidang pendidikan dan sebagainya juga perlu diperhatikan.
Perencanaan pengembangan DAS terpadu tersebut harus dilakukan secara interdisipliner sehingga semua stakeholders menyadari atau mengetahui apa yang harus dilakukan di setiap bagian di dalam DAS tersebut agar kelestarian sumber daya lahan dan air dapat terjamin. Berbagai model sudah tersedia dan dapat dipakai dalam membuat perencanaan terpadu tersebut. Setelah perencanaan secara menyeluruh dilakukan maka aktivitas pengembangan dapat dilakukan oleh setiap stakeholders sesuai bidang, sektor, atau profesinya.
Daftar Pustaka
Badrudin M. 1978. Tingkat Erosi Beberapa Wilayah Sungai di ndonesia. Direktorat Penyediaan Masalah Air.
Gill, N. 1979. Watershed Development with Special Reference to Soil and Water Conservation. FAO. Soil. Bull. No. 44.
Rauschkolb, R.S. 1971. Land Degradation. FAO Soil Bull, No. 13
Sihite, J. and Sinukaban. 2004. Economic Valuation of Land Use Cange in Besai Sub Watershed Tulang Bawang Lampung. Proceed of International Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production” 3 – 5 Dec 2004. Cilegon, Indonesia.
Sinukaban, N. 1981. Erosion Selectivity as Affected by Tillage Planting System. Ph.D Thesis University of Winconsin, Madison, USA.
Sinukaban, N. 1994. Integrated Land Managementfor Sustainable Agriculture Development in Indonesia. Contour Vol. VI no. 1.
Sinukaban, N., H. Pawitan, S. Arsyad. J.L. Amstrong and MG Nethery, 1994. Effect of Soil Conservation Practices and Slope Lengths on Run Off, Soil Loss and Yield of Vegetables in West Java. Aust, J. Soil and Water Cons. 7(3): 25-29.
Sinukaban, N., H. Pawitan, S. Arsyad. and J. Amstrong. 1998. Impact of soil and Water Conservation Practiceson Stream Flows in Citere Catchment, West Java, Indonesia. Toward Sustainable Land Use. Advances in Geoecology 31:1275-1280
Sudirman, N. Sinukaban, Suwardjo dan S. Arsyad. 1985. Pengaruh Tingkat Erosi dan Pengapurn terhadap Produktivitas Tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk (6)9-14.
Swaify, El. S.A, S. Arsyad, dan P. Krisnalajati. 1983. Soil erosion by Water. Dalam Carpenter R.A. (Ed). 1983. Natural system for Development What Planners Need To Know, Mc, millan, Publ, Co:19-161
WASWC (World Association of soil dan eater Conservation). 1998. Wocat (World Overview of Conervation Approachs and Technologies). A Frame Work for the Evaluation of Soil and water Conservation. Lang Druck AG, Bern Switzerland.
Sumber: Naik Sinukaban (2007). “Peranan Konservasi Tanah dan Air dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.” Dalam Fahmudin Agus et al (2007) (Penyunting). “Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Pengurus Pusat Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia 2004-2007.
Posting Komentar