INFILTRASI
PENDAHULUAN
Meningkatnya frekwensi kejadian banjir, kekeringan, dan longsor akhir-akhir ini, dengan skala yang cenderung membesar dan meluas, merupakan indikator belum optimalnya pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia. Hal ini ditandai juga dengan kecenderungan bertambahnya jumlah luas DAS kritis.
Bahkan ibukota negara, sebagai pusat pemerintahan, tak luput dari banjir. Kejadian banjir yang relatif besar di Jakarta terjadi pada tahun 2002 kemudian tahun 2007. Pada tahun 2002, misalnya, kejadian banjir terjadi akibat hujan dengan intensitas sedang sampai lebat terjadi selama tiga hari berturut-turut (28 Januari sampai 1 Pebruari 2002) di DAS Ciliwung, DAS Pesanggarahan, DAS Sunter dan DAS Cipinang. Rentetan hujan itu membuat Jakarta mengalami banjir besar.
Lukman et al (2006) mencatat beberapa parameter hidrologi tentang kejadian hujan yang menyebabkan banjir besar itu sebagaimana pada Tabel 1.
Dari tabel di atas nampak bahwa koefisien aliran permukaan, yaitu rasio antara kedalaman / ketebalan aliran permukaan dan ketebalan / kedalaman hujan, berkisar antara 0,72 – 0,81. Itu artinya sekitar 70 – 80 % hujan bertransformasi menjadi aliran permukaan (run off) dan hanya sekitar 20 – 30 % yang terinfiltrasi ke dalam tanah menjadi aliran permukaan (interflow) maupun mengalami perkolasi dan mengisi air tanah (ground water). Dari data itu dapat juga diduga bahwa ketika musim kemarau aliran dasarnya (base flow) akan rendah, karena sumber untuk aliran dasar itu (yang berasal dari air yang terinfiltrasi) relatif rendah.
Dalam penanganan masalah banjir setidaknya terdapat perbedaan pendekatan antara pendekatan pengelolaan DAS (watershed approach) dan pendekatan rekayasa sipil (civil engineering approach). Dalam menangani masalah banjir, pendekatan rekayasa sipil bertujuan agar banjir itu tidak menimbulkan malapetaka. Caranya adalah dengan meninggikan tanggul atau memperbesar dimensi saluran / sungai. Sedangkan pendekatan pengelolaan DAS bertujuan untuk menurunkan debit pada musim hujan dan menaikan debit pada musim kemarau. Caranya adalah dengan memperbesar infiltrasi atau memperbesar bagian air hujan yang masuk ke dalam tanah di seluruh kawasan DAS.
Infiltrasi memang sebuah proses kunci karena proses ini menentukan berapa banyak bagian dari curah hujan masuk ke dalam tanah dan berapa banyak yang menjadi aliran permukaan. Infiltrasi juga merupakan proses kunci dalam erosi karena tidak ada erosi tanpa aliran permukaan yang akan menggerus tanah dan mengangkut sedimen.
Namun fakta yang ada menunjukan bahwa penanganan masalah banjir di Indonesia lebih banyak didominasi oleh pendekatan teknis sipil. Padahal dengan penjelasan sederhana pendekatan melalui pengelolaan DAS akan jauh lebih berhasil. Dengan catatan, karena upaya untuk memperbesar kapasitas infiltrasi harus dilakukan di seluruh wilayah DAS, maka setiap warga DAS harus ikut terlibat. Dengan kata lain, keteribatan seluruh stakeholders DAS (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) untuk memperbesar bagian air hujan yang masuk ke dalam tanah menjadi syarat mutlak.
Tulisan ini akan membahas mengenai perngertian dan proses terjadinya infiltrasi, faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi serta tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan laju infiltrasi tetap tinggi.
PENGERTIAN INFILTRASI
Istilah infilrasi secara spesifik merujuk pada peristiwa masuknya air ke dalam permukaan tanah. Infiltrasi merupakan satu-satunya sumber kelembaban tanah untuk keperluan pertumbuan tanaman dan untuk memasok air tanah. Melalui infiltrasi, permukaan tanah membagi air hujan menjadi aliran permukaan, kelembaban tanah dan air tanah (Schwab et al. 1996).
Infiltrasi berkaitan erat dengan perkolasi yaitu peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam profil tanah. Infiltrasi menyediakan air untuk perkolasi. Laju infiltrasi tanah yang basah tidak dapat melebihi laju perkolasi (Arsyad 1989).
Sri Harto (1993) mengilustrasikan keterkaitan antara infiltrasi dengan perkolasi dengan sketsa Gambar 1. Pada Gambar 1.a. formasi tanah lapisan atas mempunyai laju infiltrasi kecil tapi lapisan bawah mempunyai laju perkolasi tinggi, sebaliknya pada gambar 1.b. lapisan atas dengan laju infiltrasi tinggi sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah rendah.
Pada Gambar 1.a., meski laju perkolasi tinggi tapi laju infiltrasi yang memberikan masukan air terbatas. Dalam keadaan seimbang kedua kenyataan ini ditentukan oleh laju infiltrasi. Sebaliknya pada Gambar 1.b. laju perkolasi yang rendah menentukan keadaan seluruhnya. Dalam kenyataannya, proses yang terjadi tidak sesederhana itu, karena adanya kemungkinan aliran antara.
Infiltrasi air ke dalam tanah didefinisikan sebagai persamaan diferensial (Klute 1952 diacu dalam Schawab et al 1996) sebagai berikut:
Terdapat dua parameter penting berkaitan dengan infiltrasi yaitu laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi berkaitan dengan banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum air dapat maksuk ke dalam tanah pada suatu saat (Arsyad 1989).
Lebih lanjut dijelaskan, kapasitas infiltrasi tanah pada saat permulaan hujan adalah terbesar, kemudian berkurang dengan semakin lamanya hujan, sehingga mencapai nilai minimum yang konstan (Gambar 2). Dari gambar itu, aliran permukaan baru terjadi setelah beberapa saat hujan berlangsung, yaitu ketika laju hujan menjadi lebih tinggi dari laju infiltrasi. Selama hujan berlangsung laju aliran permukaan meningkat dengan semakin berkurangnya laju infiltrasi. Laju aliran permukaan pada akhirnya akan mencapai nilai maksimum yang konstan.
PROSES TERJADINYA INFILTRASI
Peristiwa masuknya air ke dalam tanah terjadi karena adanya perbedaan potensial air tanah. Air bergerak dari potensial tinggi ke potensial yang lebih rendah. Dalam Soeperdi (1979), potensial air tanah didefinsiikan sebagai ” jumlah kerja yang harus dilakukan tiap satuan jumlah air murni agar dapat dipindahkan secara berlawanan dan secara isotermal sejumlah air tak terbatas dari suatu gudang (pool) air murni dari ketinggian tertentu bertekanan atmosferik ke air tanah (ke tempat yang dipersoalkan).”
Menurut Seyhan (1977), potensial air tanah (atau potensial lengas) terutama dibagi menjadi komponen potensial kapiler (atau potensial matriks) dan potensial gravitasi. Namun terdapat komponen lainnya (Yong 1975, diacu dalam Seyhan 1977) yang juga berperanan pada potensial total tanah, yaitu potensial osmotik, potensial piezometrik, dan potensial bertekanan, sehingga persamaan potensial air tanah total adalah:
Potensial matriks merupakan hasil dari dua gaya, yaitu jerapan dan kapilaritas. Potensial gravitasi bekerja pada air tanah sebagaimana ia mempengaruhi benda-benda lainnya, dan tarikannya adalah ke pusat bumi. Potensial osmotik disebabkan oleh adanya bahan terlarut dalam tanah atau dengan kata lain oleh adanya larutan tanah (Soepardi 1979).
Karena infiltrasi menyebabkan tanah menjadi lebih basah sejalan dengan waktu, maka air pada sisi depan dari muka tanah (water front) akan bergerak maju ke daerah tanah yang lebih kering dibawah pengaruh gradien potensial matrik dan juga potensial gravitasi. Selama fase awal dari infiltrasi ini, ketika muka basah masih berada di dekat permukaan tanah, potensial matrik lebih dominan dibanding dengan potensial gravitasi (Jury dan Horton 2004).
Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh adanya gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah (Asdak 2004).
Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal ke dalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah dan ke arah horisontal (lateral). Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil. Pada tanah dengan pori-pori yang relatif besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh pengaruh gaya gravitasi. Dalam perjalanannya tersebut, air juga mengalami penyebaran ke arah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama ke arah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit dan tanah yang lebih kering (Asdak 2004).
Kekuatan gravitasi harus mengatasi seluruh kekuatan yang menahan pergerakan masuk dari air seperti adesi dan kekuatan viscous atau kekentalan (Gray et al 1970 diacu dalam Singh 1992).
Asdak (2004) kemudian menyimpulkan bahwa mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi: (a) proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah, (b) tertampungnya air hujan tersebut ke dalam tanah, (c) proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping, atas).
Selama infiltrasi , muka basah (wetting front) dari kandungan air tanah yang lebih tinggi akan bergerak turun melalui tanah selama wakrtu tertentu. Keterjalan muka basah tergantung pada distribusi ukuran pori. Untuk tanah dengan tekstur tanah dengan distribusi ukuran pori yang sempit, muka basah akan lebih terjal. Sedangkan dalam tanah dengan tekstur halus, muka basah akan lebih tersebar. Muka basah adalah kombinasi dari air baru yang ditambahkan oleh hujan dan air lama yang telah dipindahkan ke kedalaman yang lebih rendah.
Berkaitan dengan proses terjadinya infiltrasi ini, Arsyad 1989) menjelaskan bahwa infiltrasi ke dalam tanah (vertikal) yang pada mulanya tidak jenuh, umumnya terjadi di bawah pengaruh sedotan matriks dan gravitasi. Dengan masuknya air lebih dalam dan lebih dalamnya profil tanah yang basah, maka sedotan matriks berkurang oleh karena jarak antara air di permukaan tanah dengan bagian yang belum basah semakin jauh. Keadaan ini berjalan terus. Dengan makin jauhnya bagian yang belum basah dari permukaan basah dari permukaan tanah, maka sedotan matriks semakin kecil sampai dapat diabaikan, hingga tinggal tarikan gravitasi saja yang menyebabkan air bergerak ke bawah. Hal ini menyebabkan laju infiltrasi berkurang dengan lamanya (waktu) hujan berlangsung.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFILTRASI
Sebagai sebuah proses alam yang kompleks, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi (laju) infiltrasi. Tergantung pada latar belakang keilmuan, sudut pandang, dan tingkat kedalamnnya, para ahli telah mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi sebagaimana pada Tabel 2.
Tulisan ini akan menelaah beberapa faktor yang mempengaruhi infiltrasi yaitu: (1) lapisan tanah, (2) tipe tanah, (3) kadar air tanah, (4) penutupan tanah / pemulsaan, (5) mikroorganisme, (6) pengolahan tanah, (7) penggunaan lahan.
Lapisan Tanah
Laju infiltrasi pada tanah yang porous lebih tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi pada lapisan tanah yang tidak porous. Hal ini disebabkan oleh perbedaan distribusi ukuran pori antara kedua jenis lapisan tanah itu. Berkaitan dengan ruang pori tanah, yaitu ruang yang ditempati oleh air dan udara, terdapat dua parameter yaitu jumlah ruang pori dan ukuran pori.
jumlah ruang pori ditentukan oleh tersusunnya butiran padat. Jika butiran padat ini berimpitan seperti halnya lapisan bawah yang kompak atau pasir, maka jumlah ruang porinya sedikit. Tapi bila partikel tanah tersusun secara sarang, seperti pada tanah yang bertekstur sedang, maka jumlah ruang pori untuk tiap unit isinya banyak.
Sedangkan ukuran pori berkaitan dengan besarnya ruang pori. Secara umum dikenal dua macam besarnya pori dalam tanah yaitu pori makro dan pori mikro. Walaupun tidak terdapat perbedaan yang tegas, pori makro menstimulasi pergerakan udara dan air, sedangkan pori mikro menghambat pergerakan udara, dan air hanya dibatasi pada pergerakan kapiler saja. Jadi, pada tanah berpasir, walaupun jumlah ruang porinya sedikit, pergerakan udara dan air sangat cepat disebabkan oleh dominasi pori makro. Sedangkan tanah bertekstur halus melambatkan pergerakan udara dan air karena didominasi oleh pori mikro, walaupun dijumpai jumlah ruang pori yang banyak (Soepardi 1979).
Jika mengacu dari sudut pandang ini, maka banyak tanah yang memiliki lapisan porous memiliki laju infiltrasi yang tinggi dibandingkan tanah yang memiliki lapisan yang tidak porous karena memiliki ruang pori makro yang lebih banyak.
Tanah yang memiliki lapisan porous misalnya dijumpai pada tanah yang baru saja dibajak. Tanah yang porous pada lahan yang baru dibajak akan menginfiltrasikan air hujan dengan cepat, namun ketika hujan terus berlanjut, tanah akan terpadatkan dan laju infiltrasi berkurang (Singh 1992).
Pada tanah yang memiliki lapisan berkerak, pori tanah malah tertutup sama sekali, sehingga menghalangi infiltrasi. Penyebab terbentuknya lapisan kerak tanah adalah masuknya partikel halus ke dalam pori-pori tanah memiliki efek mengurangi ukuran bukaan pori. Sumber partikel halus tanah adalah berasal dari struktur tanah yang hancur dan terdispersi oleh energi air hujan , yang kemudian masuk ke pori-pori permukaan atau pori-pori dekat permukaan. Sekali terbentuk, kerak ini akan menghalangi infiltrasi (Rawls et al. 1993).
Sumber lain dari partikel halus yang mengisi pori-pori dan membentuk kerak adalah dari partikel halus yang diterbangkan ke udara secara terus menerus oleh angin dan diendapkan di permukaan tanah (Singh 1992). Ketika hujan turun pada tanah yang tertutup oleh partikel halus ini, mereka terbawa ke sela-sela ruangan antar butiran tanah. Kondisi ini mengakibatkan halangan terhadap bukaan pori, sehingga membentuk kerak dan mengurangi laju infiltrasi.
Rawls et al (1993) memberikan ilustrasi perbedaan antara tutupan tanah yang berkerak, yang terolah, dan tutupan rumput, terhadap kurva infiltrasi (Gambar 6). Tanah yang diolah terbuka memiliki infiltrasi lebih tinggi dari tanah yang berkerak pada awalnya, namun bagaimanapun laju infiltrasi pada kondisi tetap (steady state) mendekati laju infiltrasi pada kondisi tetap pada tanah yang berkerak karena pada saat itu kerak sedang terbentuk. Sedangkan tanah yang tertutup rumput memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi dari tanah berkerak karena rumput melindungi tanah dari pembentukan kerak.
Lapisan kerak juga terbentuk akibat pemadatan oleh manusia dan hewan. Jalur jalan, jejak-jejak hewan, daerah penggembalaan berat, dan daerah yang dipadatkan dengan mesin berat akan membuat lapisan tanah menjadi padat. Pemadatan ini mengurangi laju infiltrasi. Musgrave dan Holtan (1964) mengingatkan bahwa tanah yang memiliki lapisan bawah yang berdrainase baik dapat kerak di permukaan tanah sehingga memiliki laju infiltrasi yang rendah.
Tipe Tanah
Tipe tanah adalah berkaitan dengan tekstur dominan dari tanah yang bersangkutan. Istilah umum yang sering digunakan adalah tanah berpasir, tanah berlempung, dan tanah berliat. Dalam Soepardi (1979) dikemukakan padanan istilah umum yang sering dipakai untuk melukiskan tekstur tanah sehubungan dengan kelas tekstur tanah Sistem Klasifikasi Departemen Pertanian Amerika Serikat (Tabel 3).
Sama halnya dengan pengaruh tanah dengan lapisan porous terhadap laju infiltrasi, tipe tanah mempengaruhi laju infiltrasi berkaitan dengan distribusi ukuran pori. Tanah dengan tekstur kasar (berpasir) memiliki pori-pori berukuran besar. Menurut Arsyad (1989), laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran dan susunan pori-pori besar tersebut. Pori-pori ini dinamai porositas aerasi karena mempunyai diameter yang cukup besar (sama dengan dan lebih besar dari 0,06 milimeter) yang memungkinkan air keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik. Pori-pori tersebut juga memungkinkan udara keluar dari tanah sehingga air dapat masuk.
Morgan (1986) juga berpendapat bahwa tanah dengan tekstur kasar seperti pasir atau lempung berpasir memiliki laju infiltrasi lebih tinggi dari pada tanah bertekstur liat karena ruang antara partikel tanah yang lebih besar. Kapasitas infiltrasi tanah berpasir lebih dari 200 mm per jam dan kurang dari 5 mm per jam untuk tanah liat.
Kadar Air Tanah Awal (Antecedent Soil Moisture)
Kandungan air tanah awal mempengaruhi serapan air oleh tanah dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana kandungan air tanah awalnya rendah, laju infiltrasi akan maksimum dan akan menurun sejalan dengan meningkatnya kadar air.
Menurut Arsyad (1989), laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang. Makin tinggi kadar air, hingga keadaan jenuh air, laju infiltrasi menurun, sehingga mencapai minimum dan konstan.
Menurut Singh (1992) tanah kering menciptakan potensial kapilaritas yang kuat pada pori-pori ukuran kapiler antara butiran-butiran tanah. Daya tarik kapiler yang kuat ini awalnya mendesak sebuah kekuatan yang beraksi untuk menambah kekuatan gravitasi. Tenaga kapiler tersebut tepat di bawah permukaan tanah yang kering. Kekuatan tenaga kapiler berbanding terbalik dengan ukuran bukaan pori; kekuatannya kecil untuk bukaan pori yang besar dan besar untuk bukaan pori yang kecil.
Ketika permukaan tanah menjadi jenuh dengan air, potensial kapiler terpenuhi dan cenderung untuk menahan air yang melalui bukaan ukuran – kapiler dan menurunkan laju infiltrasi. Jadi kebasahan tanah menciptakan resistensi untuk infiltrasi. Resistensi untuk infiltrasi tertinggi untuk bukaan pori jenuh yang kecil dan kecil untuk bukaan pori yang besar.
Banyak tanah mengandung kandungan mineral liat seperti ilit dan monmorilonit (bentonit) yang mengembang / membengkak ketika basah. Pembengkakan liat ini mengurangi kapasitas tanah itu untuk menginfiltrasikan air karena terjadinya penyumbatan bukaan pori.
Pemutupan Tanah / Pemberian Mulsa
Penutupan tanah dengan mulsa adalah penggunaan sisa-sisa tanaman (batang atau daun tumbuhan) yang disebarkan di atas permukaan tanah. Pemberian mulsa mempengaruhi infiltrasi terutama berkaitan dengan perannya dalam mempertahankan / meningkatkan kemantapan struktur tanah sehingga dapat meningkatkan aerasi, dan dengan demikian dapat mempertahankan laju infiltrasi tetap tinggi.
Mulsa mempertahankan aerasi tanah tetap baik, yaitu dengan pori makro sekitar 20 sampai 25 persen dibandingkan dengan berkurangnya jumlah pori makro tanah tanpa mulsa setelah dua bulan dari 20 sampai 25 persen menjadi 8 sampai 11 persen (Arsyad 1989).
Itulah sebabnya jika mulsa dikeluarkan, seperti pada Gambar 9, maka akibat berkurangnya pori makro tersebut, maka laju infiltrasi yang tetap tinggi ketika masih ada mulsa akan berkurang ketika mulsa dikeluarkan dan sampai mencapai titik minimum pada kondisi tanah terbuka tanpa mulsa.
Menurut Arsyad (1989) mulsa akan meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan mengurangi daya kuras aliran permukaan. Sebagai sumber energi, mulsa akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang penting dalam pembentukan struktur tanah. Sebagai hasilnya, struktur tanah akan meningkat, aerasi menjadi lebih baik dan permeabilitas tanah yang tinggi tetap terpelihara.
Dalam Rawls et al (1993), dipaparkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa penghilangan tutupan permukaan mulsa dalam bentuk jerami (straw) dan guni (burlap) mengurangi laju infiltrasi dari sekitar 3 – 4 cm per jam menjadi kurang dari 1 cm per jam (Gambar 10). Adanya jerami membuat laju infiltrasi konstan. Setelah sekitar 40 menit berada pada laju infiltrasi yang konstan, jerami dikeluarkan dan laju infiltrasi menurun sekitar seperenam dari laju infitrasi sebelumnya. Adanya jerami itu melindungi tanah dari terbentuknya lapisan yang tidak tembus air. Ketika jerami dikeluarkan, dengan cepat terbentuk lapisan yang tidak tembus air akibat pori-porinya terisi oleh partikel tanah halus yang terbentuk akibat pukulan curah hujan.
Mikroorganisme
Mikroorganisme tanah merupakan bagian dari organisme tanah secara keseluruhan yang terdiri dari jenis binatang dan tumbuhan. Pengelompokan organisme tanah (binatang dan tumbuhan adalahs ebagai pada Gambar 11 (Soepardi 1979).
Pengaruh organisme terhadap laju infiltrasi terutama berkaitan dengan pembentukan dan pemantapan struktur tanah, serta pembentukan lubang-lubang dalam tanah (pori-pori biologis) apakah itu oleh aktivitas hewan (makro dan mikro) maupun oleh akar tanaman.
Peningkatan butir primer menjadi agregat dapat terjadi oleh pengikatan secara fisik dan mycelia jamur dan actinomycetes. Disamping itu aktivitas mikroorganisme tanah juga menghasilkan senyawa-senyawa organik yang akan mengikat butir-butir primer menjadi agregat secara kimia. Agar mikroorganisme dapat melakukan aktivitasnya dalam tanah, harus tersedia bahan organik sebagai sumber energi mereka.
Penggalian lubang oleh hewan dan insekta, memberikan bukaan tambahan bagi air untuk menembus tanah. Efek total dari seluruh penggalian lubang adalah penting karena galian-galian ini lebih besar dari bukaan-bukaan pori alami dan memberikan akses yang lebih besar bagi air (Singh 1992).
Diantara mikroorganisme tanah, cacing tanah memiliki posisi yang penting dalam memperbesar laju infiltrasi karena kemampuannya menciptakan pori-pori biologis (biopore) berukuran makro dan dindingnya dimantapkan oleh mucus yang dikeluarkan. Biopore tidak mudah menutup oleh pembasahan walaupun pada tanah yang bersifat mengembang (Dexter 1988, diacu dalam Brata, Sudarno dan Waluyo, 1994).
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah (tillage) adalah manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menyediakan kondisi tanah yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman, pengendalian gulma, dan untuk memelihara kapasitas infiltrasi dan aerasi.
Schwab (1966) mengidentifikasikan empat jenis pengolahan tanah yaitu pengolahan tanah secara konvensional (conventional tillage), pengolahan tanah hanya pada barisan atau zone (strip or zone tillage), pengolahan tanah dengan pemulsaan (mulch tillage), dan pengolahan tanah minimum (minimum tillage).
Sinukaban (2006) menyebutkan beberapa jenis pengolahan tanah berkaitan dengan infiltrasi, yaitu (a) conventional tillage, yaitu tanah diolah seluruhnya, (b) chisel tillage, yaitu tanah diolah sekali, (c) buffalo tillage yaitu pengolahan tanah pada barisan tanaman saja, dan (d) no tillage atau zerro tillage,yaitu tanpa pengolahan tanah.
Throw et al yang diacu dalam Rawls et al (1993) menemukan bahwa daerah di sekitar tanaman memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah di antara tanaman.
Gambar 12 mengilustrasikan pengaruh praktek pengolahan tanah (moldboard plow, chisel plow , dan no till) terhadap infiltrasi. Brakensiek et al yang diacu dalam Rawls et al (1993) melaporkan bahwa pengolahan tanah menggunakan bajak moldboard akan meningkatkan porositas (ruang pori) dari 10 sampai 20 % tergantung tekstur tanah dan akan meningkatkan laju infiltrasi dibandingkan dengan tanah yang tidak diolah.
Salah satu pengolahan tanah yang secara signifikan mempertahankan laju infiltrasi tetap tinggi adalah pengolahan tanah dengan menerapkan mulsa vertikal. Mulsa vertikal adalah mulsa sisa tanaman yang diberikan dalam alur lubang (Kohnke 1968 diacu dalam Brata, Sudarmo, dan Waluyo 1994). Lebih lanjut dijelaskan mulsa vertikal dapat mempertahankan keefektifan pengolahan tanah dalam (subsoiling) untuk meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah yang mudah memadat atau mempunyai lapisan kedap. Mulsa vertikal dapat meningkatkan infiltrasi sampai beberapa musim pertanaman.
Penelitian Brata, Sudarmo, dan Waluyo (1994) menemukan bahwa terdapat pengaruh nyata dalam perlakuan penambahan cacing tanah dan mulsa vertikal terhadap laju infiltrasi. Terdapat pengaruh saling menguntungkan antaera mulsa vertikal dan cacing tanah. Mulsa vertikal menyediakan makanan, perlindungan dan habitat yang cocok bagi cacing tanah, sedangkan aktivitas cacing tanah dalam menggali lubang, memakan dan mencampur bahan organik, mineral dan mikroorganisme dapat mempercepat dekomposisi sisa tanaman dan perbaikan sifat fisik tanah. itu semua membuat laju infiltrasi meningkat.
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokan dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan serta pemanfaatan atau apa yang terdapat di atas lahan tersebut (Arsyad 1989). Berdasarkan hal ini dikenal penggunaan lahan pertanian berupa tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya.
Berkaitan dengan infiltrasi, penggunaan lahan dengan tutupan vegetatif akan menyediakan perlindungan dari pemadatan oleh energi air hujan. Namun besarnya infiltrasi tergantung pada fase pertumbuhan. Tanah dengan tanaman jagung dewasa meiliki infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan jagung yang baru ditanam. Menurut Rawls et al (1993), peningkatan infiltrasi ini disebabkan oleh peningkatan bukaan akar dan perlindungan daun-daunan dewasa yang melindungi tanah dari pemadatan oleh air hujan.
Dalam banyak kasus, vegetasi asli yang rimbun memiliki banyak bukaan akar yang meningkatkan infiltrasi. Vegetasi yang padat juga menyediakan resistensi untuk aliran lateral dari air melalui vegetasi, meningkatkan kedalaman aliran, dan meningkatkan kesempatan air untuk terinfiltrasi. vegetasi yang lebat menyediakan selapisan material vegetatif yang melapuk yang menjadi sumber energi bagi bakteri, insekta dan hewan berkembang. Akumulasi serasah di lantai hutan memberikan lapisan padat dari material vegetatif yang mengurangi kecepatan aliran lateral dan meningkatkan infiltrasi (Singh 1992) .
Menurut Sri Harto (1993), tanaman di atas permukaan tanah berpengaruh terhadap laju infiltrasi dengan dua cara, yaitu berfungsi menghambat aliran air di permukaan sehingga kesempatan berinfiltrasi lebih besar, dan sistem perakaran yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya. makin baik tutupan tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi.
Lebih jauh tentang peranan akar tanaman terhadap laju infiltrasi, Singh 91992) menjelaskan bahwa ketika tanaman bertumbuh, akar mereka menembus tanah. Kedalaman penetrasi ke dalam tanah oleh akar dapat mencapai antara beberapa inci sampai sekitar 100 ft (30,5 meter). Perkiraan masuk akal rata-rata akar sekitar 30 in (76 cm). Akar dari tanaman tahunan mati dan melapuk setiap tahun dan beberapa tanaman semusim juga mati dan melapuk. Bukaan akar bekas dari pelapukan akar memberikan akses berupa saluran berbentuk pipa untuk infiltrasi air dan meningkatkan laju infiltrasi. Aksi akar selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga menyarangkan tanah dan membantu infiltrasi.
Berbagai praktek padang penggembalaan juga mempengaruhi infiltrasi sebagaimana pada Gambar 13. Padang penggembalaan yang tertutup terus menerus akan memiliki laju infiltrasi yang cukup tinggi secara konstan dan akan berkurang jika padang penggembalaan itu digunakan secara terus menerus dan populasi ternak yang padat.
Gambar 14 menggambarkan kurva infiltrasi untuk berbagai ragam jenis penggunaan lahan. Dari kurva ini nampak bahwa pada tanah yang memiliki apisan berkerak, air yang terinfiltrasi ke permukaan tanah selama 60 menit hanya dangkal, dan semakin dalam dengan adanya vegetasi. Air terinfiltrasi ke kedalaman terdalam pada tanah dengan padang penggembalaan permanen yang lama atau yang diberi banyak mulsa.
TINDAKAN UNTUK MEMPERTAHANKAN LAJU INFILTRASI TETAP TINGGI
Dari bahasan pada bab-bab terdahulu setidaknya terdapat dua hal yang dapat disimpulkan. Pertama, infiltrasi memegang peranan kunci dalam ikut menentukan terjadinya bencana banjir dan dengan demikian kekeringan yang menyertainya. Kedua, sebagai konsekwensi dari yang pertama, perlu segera dikembangkan strategi yang berorientasi pada tindakan-tindakan untuk mempertahankan agar laju infiltrasi di seluruh kawasan DAS tetap tinggi, sehingga koefisien aliran permukaannya relatif rendah.
Menurut Arsyad (1989), banyaknya air yang dapat diinfiltrasikan dapat ditingkatkan dengan simpanan depresi yang ditimbulkan oleh pengolahan tanah, pembuatan galengan-galengan atau pengolahan menurut kontur. Mengurangi banyaknya evaporasi juga memperbesar jumlah air yang meresap ke dalam tanah. Pemupukan dengan bahan organik dan penutupan tanah dengan tanaman atau sisa-sisa tanaman juga memperbesar kapasitas infiltrasi. Lobang-lobang atau celah-celah pada tanah yang ditimbulkan binatang-binatang tanah atau serangga memperbesar peresapan air. Hilangnya air dari tanah melalui sistem drainase, transpirasi dan evaporasi mengosongkan pori-pori tanah yang memungkinkan penyerapan air dari hujan berikutnya.
Secara garis besar tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan agar laju infiltrasi tetap tinggi adalah: perbaikan sifat fisik tanah dan memperbesar kesempatan air untuk berinfiltrasi.
Perbaikan sifat fisik tanah
Perbaikan sifat fisik tanah terutama bertujuan untuk meningkatkan granulasi (pembentukan agregat) dan mempertahankan kemantapan agregat. Cara ini dapat memperbesar porositas tanah (ruang pori makro) dalam tanah. Hal ini dapat dicapai dengan:
- Menutup tanah baik dengan vegetasi maupun dengan sisa-sisa tanaman (mulsa) untuk meredam energi tumbukan hujan yang dapat menghancurkan struktur tanah. Struktur tanah yang hancur akan menutup pori-pori tanah, yang dapat menyebabkan terbentuknya lapisan kerak, sehingga akan mengakibatkan menurunnya laju infiltrasi.
- Menambah bahan organik ke dalam tanah sebagai sumber energi bagi aktivitas organisme tanah. Dengan demikian akan tersedia miselia jamur dan aksinomisetes yang akan mengikat secara fisik partikel primer tanah menjadi agregat dan akan mengeluarkan senyawa-senyawa organik yang akan mengikat secara kimiawi partikel primer menjadi agregat.
- Menambah soil conditioner yaitu bahan kimia yang bertujuan mempertahankan susunan agregat dan struktur tanah sehingga dapat meningkatkan porositas.
Memperbesar kesempatan air untuk berinfiltrasi
Upaya untuk memperbesar kesempatan air untuk berinfiltrasi dapat dilakukan dengan cara
- Memperbanyak simpanan depresi (depression storage) dengan pengolahan tanah dan penanaman secara kontur, pembuatan teras (teras kredit, teras gulud, teras bangku), budidaya lorong, pemberian mulsa.
- Memperbanyak simpanan depresi melalui pengolahan tanah (tillage). Namun pengolahan tanah jangan sampai berlebihan dan memecah struktur tanah sehingga rentan terhadap pukulan air hujan. Tanah diolah seperlunya pada kandungan air tanah yang tepat (pF 3 – 4) serta menggunakan herbisida untuk membasmi gulma.
- Meningkatkan pori-pori biologis (biopore) berupa lubang-lubang yang dibuat oleh cacing tanah / serangga, serta perakaran tanaman.
- Memperbanyak simpanan depresi melalui penerapan mulsa vertikal (penempatan mulsa secara vertikal pada saluran teras) dan pembuatan rorak.
- Memperbanyak sumur / lubang resapan buatan.
Posting Komentar