Archives

gravatar

home FokusStudi CekunganAPLIKASI METODE GAYA BERAT UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI HIDROKARBON DI DALAM CEKUNGAN JAKARTA DAN SEKITARNYA APLIKASI METODE GAY

Peta struktur yang memperlihatkan antiklin dan sinklin yang terkait sebagai perangkap hidrokarbon di daerah cekungan JakartaAnomali Bouguer di Cekungan Jakarta dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu: Anomali gaya berat 40 mgal hingga 60 mgal yang terdapat di daerah tempat tersingkapnya batu gamping dan breksi vulkanik. Anomali gaya berat 20 mgal hingga 40 mgal menempati daerah cekungan batuan sedimen. Berdasarkan pemodelan pada penampang anomali sisa lapisan batuan Tersier dikelompokkan menjadi enam bagian, yaitu: Formasi Kaliwangu atau Formasi Cisubuh dengan rapat massa 2,5 gr/cm³, Formasi Subang rapat massa 2,45 gr/cm³, Formasi Parigi/Cibulakan dengan rapat massa 2,7 gr/cm³, Formasi Jatiluhur rapat massa 2,6 gr/cm³, Formasi Jatibarang 2,8 gr/cm³, batuan dasar metamorf/batuan beku. rapat massa 2,9 gr/cm³. Antiklin Rengasdengklok dan Karawang ditafsirkan sebagai daerah migas yang sangat prospek dan terbentuk pada kontur anomali sisa 10 mgal dengan rapat massa 2,7 gr/cm³ dan berkedalaman antara 1900-2200 m. Antiklin Jakarta ke selatan dan antiklin Bekasi ditafsirkan juga mempunyai prospek migas yang dicirikan oleh anomali sisa 0 - 4 mgal, namun berdimensi lebih kecil. Batuan induknya adalah Formasi Cibulakan bagian bawah yang bersusunan dalam serpih lakustrin batuan reservoir adalah Formasi Cibulakan dan Parigi dengan ketebalan ± 400 m terdiri atas batugamping karbonat berongga. Batuan dasar Pratersier dengan rapat massa 2,9 gr/cm³ terdiri atas batuan metamorf/batuan beku.

Selengkapnya terdapat pada Jurnal Sumber Daya Geologi Vol. 19 No. 6 Desember 2009

gravatar

PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI INDONESIA DI MASA DEPAN:Forecasting Berdasarkan Metode Hubbert

oleh: Lauti D. Santy
Pusat Survei Geologi

Disampaikan pada acara Presentasi: PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI INDONESIA DI MASA DEPAN:Forecasting Berdasarkan Metode Hubbert
Jum'at 22 Januari 2010, Auditorium Museum Geologi

Tujuan diskusi adalah untuk mengevaluasi kondisi cadangan minyak dan gas bumi Indonesia,dan memprediksi pola puncak dan penurunan produksi migas di masa depan.

Selama ini umur produksi minyak dan gas dihitung dengan menggunakan rasio jumlah cadangan (Reserve) dibanding jumlah produksi (R/P ratio). Metode ini tidak menggambarkan kondisi riil, karena angka cadangan dan produksi bisa berubah setiap tahun dan waktu tercapainya puncak produksi dan permulaan deklinasi tidak dapat diketahui. Tercapainya puncak produksi merupakan tanda bahwa 50% cadangan telah digunakan, sehingga hanya tinggal tersisa 50% cadangan terambil dari reservoir.


Klik di sini untuk membaca/mengunduh selengkapnya
Link Abstrak: http://www.grdc.esdm.go.id/index.php/informasi/unduh-berkas/doc_details/13-produksi-minyak-dan-gas-bumi-indonesia-di-masa-depan-forecasting-berdasarkan-metode-hubbert.html

gravatar

Hubungan Keberadaan Runtuhan Ofiolit Dengan Konsentrasi Unsur Logam Dalam Endapan Sungai Aktif di Daerah Pelaihari, Kalimantan Selatan

Daerah Pelaihari dan sekitarnya termasuk ke dalam Lajur Tambak-Tamban- Bobaris yang merupakan sayap bagian barat Tinggian Meratus. Wilayah Tinggian Meratus telah lama dikenal memiliki prospek mineral logam yang besar, termasuk intan.

Secara geologi, daerah Pelaihari dan sekitarnya umumnya ditempati oleh satuan batuan ultramafik, terobosan, gunung api, sedimen, dan malihan berumur Mesozoikum hingga Tersier. Singkapan batuan ultramafik yang merupakan runtunan ofiolit, didominasi oleh satuan gabro-gabrodiorit dengan subordinat hazburgit dan dunit. Satuan batuan ini adalah bagian dari kerak samudera hasil lelehan parsial selubung atas (upper mantle) yang kaya akan mineral logam seperti nikel, kromit, kobal, tembaga dan kelompok mineral platina (platinum group minerals). Pengambilan percontoh endapan sungai aktif mempunyai kerapatan rata-rata 5 kilometer percontoh dan diperoleh sebanyak 50 percontoh endapan sungai aktif yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Semua percontoh dipreparasi dan dianalisis di Laboratorium Pusat Survei Geologi memakai metode ICP-MS. Hasil analisis geokimia endapan sungai aktif menunjukkan adanya hubungan erat antara sebaran batuan ultramafik dengan konsentrasi unsur logam dalam endapan sungai aktif. Konsentrasi unsur nikel (Ni) dan tembaga (Cu) di dalam endapan sungai aktif yang diperoleh di bagian timur laut memperlihatkan kecenderungan meninggi. Sedangkan unsur platina (Pt) dan kobal (Co) yang mempunyai nilai konsentrasi tinggi terdapat di bagian selatan, kecuali konsentrasi kobal (Co) yang juga meninggi di bagian tengah dan timur laut. Tingginya konsentrasi unsur metalogenik yang terkandung dalam endapan sungai aktif di daerah Pelaihari dan sekitarnya menunjukkan adanya hubungan erat antara kandungan unsur logam dengan sebaran singkapan ofiolit di daerah ini

bahar-es-web-001

Mikrofoto butiran emas endapan sungai aktif pada lokasi 06GY04 di Daerah Pelaihari, Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan.

bahar-es-web-004 bahar-es-web-002bahar-es-web-003

Mikrofoto yang memperlihatkan butiran emas murni, campuran platina- besi dan campuran osmium-iridium-platinum dari endapan sungai aktif daerah Meratus, Kalimantan Selatan. (http://www.smenet.org/opaque-ore/plate 45d.htm)

gravatar

Potensi Zeolit Di Daerah Sangkaropi-Mendila, Tana Toraja, Sulawesi Selatan

Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi. Beragam jenis batuan gunung api yang dihasilkan, di antaranya berupa batuan piroklastika tuf berbutir halus yang bersifat asam dan bersusunan dasit-riolit atau bermassa kaca gunung api. Tuf halus ini tersebar luas mengikuti jalur gunung api tersebut yang sebagian atau seluruhnya telah mengalami proses ubahan atau diagenesis menjadi zeolit. Karenanya, secara geologi Indonesia berpotensi besar menghasilkan zeolit seperti yang terdapat di Sumatera (Lampung), Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur), Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.

Zeolit yang telah dieksploitasi dan digunakan untuk keperluan berbagai industri di antaranya dijumpai di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusatenggara Timur, sedangkan zeolit yang terdapat di di Sulawesi hingga saat ini belum banyak diteliti, padahal tuf yang terubah sebarannya cukup luas. Sehubungan dengan itu, Pusat Survei Geologi, salah satu unit di bawah Badan Geologi, menugaskan penulis untuk melakukan penelitian zeolit di daeah Sangkaropi-Mendila, Kabupaten Tana Toraja, Propinsi Sulawesi Selatan.

Zeolit adalah salah satu kelompok mineral alumina silikat yang mempunyai sifat multi-struktur, karena memperlihatkan struktur sarang tikus dan serat yang sangat indah dipandang. Secara kimia mineral zeolit mempunyai ion alkali dan mempunyai air kristal. Apabila dipanaskan air kristalnya mudah menguap, sehingga bekas gugus air dalam zeolit merupakan lubang-lubang atau saluran mikro ke segala arah. Struktur bersifat pori ini yang menyebabkan zeolit mempunyai kemampuan menyerap dan menyaring molekul.

Selain itu, zeolit sering disebut juga sebagai mineral multiguna, karena banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti untuk adsorben, penukar ion, penapis molekular dan katalis, pembebas nitrogen-amonia dari pabrik, pembebas ion logam dari air, aditif pada pakan ternak, tambak ikan/udang, penyerap limbah, dan lain-lainnya. Oleh sebab itu, mineral zeolit merupakan salah satu mineral "primadona" saat ini.

Sembilan belas percontoh batuan telah dianalisis secara petrografis, SEM, KTK ASD, XRD, XRF, dan AAS. Secara petrografis, tuf yang mengandung zeolit termasuk ke dalam tuf litik dasitik terubah dan tuf kaca terubah kuat, bertekstur piroklastika dengan komposisi mineral, dan terdiri atas fenokris kuarsa, plagioklas, ortoklas, piroksen, hornblenda, biotit, dan muskovit. Juga terdapat komponen batuan gunung api, yaitu dasit batuapungan dan andesit dengan persentase yang berbeda-beda, diikat oleh massa dasar kaca gunung api dan mineral-mineral ubahannya. Mineral ubahan hadir berupa mineral lempung (kaolinit dan montmorilonit), Na-zeolit atau Ca-zeolit, klorit, epidot, dan sedikit karbonat, serta pirit dan magnetit hadir pula sebagai mineral tambahan.

Hasil analisis SEM, menunjukkan bahwa zeolit ini termasuk jenis mordenit dan heulandit. Mordenit bertekstur sarang tikus (rat's nest) dan serat (fibre), sedangkan heulandit berbentuk kristal blocky monocline. Hasil analisis fisik Koefisien Tukar Kation/KTK (Cathion Exchange Capacity/CEC) memperlihatkan nilai antara 16,91 meq/100 mg sampai dengan 108,43 meq/100 gr. Dari hasil analisis ASD (Analytical Spectral Devices) hanya tiga percontoh dan XRD satu percontoh yang terdeteksi mengandung mordenit dengan panjang gelombang (wave length) 1800. Hasil uji XRF tuf yang mengandung zeolit didominasi oleh SiO2 (62,69%-81,03%), Al2O3 (9,90%-19,82%), Na2O (0,12%-4,32%), K2O (0,63%-6,88%), CaO (0,10%-0,22%), dan LOI (1,26%-12,62%), sisanya disusun oleh unsur utama lainnya. Persentase kandungan Na2O yang relatif lebih besar dari kandungan CaO menggambarkan bahwa zeolit di daerah ini didominasi oleh jenis Na-zeolit (mordenit). Hasil analisis geokimia unsur jarang (trace element) dengan metode AAS terhadap dua percontoh termineralisasi didominasi kandungan Cu, Pb, Zn, dan Hg. Hal ini memperlihatkan bahwa cairan hidrotermal yang menyebabkan mineralisasi di daerah ini berasal dari larutan sisa magma yang kaya akan logam-logam dasar tersebut; sedangkan unsur volatil yang mengubah batuan menjadi zeolit mungkin volumenya tidak begitu besar.

Batuan induk zeolit di daerah Sangkaropi-Mendila berupa tuf litik dan tuf gelas yang terubah dan sebagian termineralisasi termasuk ke dalam Gunung Api Lamasi berumur Oligosen. Hal ini ditunjukkan oleh hadirnya mineral ubahan hidrotermal seperti klorit, epidot, mineral lempung, karbonat dan silika, serta logam-logam dasar.

Zeolit Sangkaropi-Mendila dengan sumber daya sekitar 168.480.000 ton pada daerah seluas 360.000 m² ini, dapat digunakan dalam bidang perikanan (budi daya udang), pertanian, penyerap limbah, dan bidang industri lainnya.

gravatar

home FokusKonsep MagmatismePetrologi dan Geokimia Batuan Volkanik Tersier dan Kuarter daerah Pongkor Jawa Barat Petrologi dan Geokimia Batuan Volkanik

Penelitian petrologi dan geokimia batuan volkanik Tersier dilaksanakan di daerah Pongkor, Jawa Barat, pada koordinat 106o 25’00” - 106o 35’ 00” BT dan 6o 30’ 00” - 6o 40’ 00” LS. Daerah Pongkor pada umumnya merupakan daerah perbukitan berketinggian beberapa ratus meter d.p.l. Batuan yang menyusunnya terdiri dari terobosan andesit, granodiorit, diorit, tufa, dan breksi andesit berumur Tersier dan Kuarter.

Peta Geologi daerah Pongkor Jawa Barat

Berdasarkan hasil pengamatan petrografi, batuan-batuan tersebut didominasi oleh andesit dan andesit horenblenda. Di lapangan dijumpai sebagai dyke, sill serta stock berukuran beberapa meter hingga puluhan meter. Mineralisasi logam dasar yaitu Au, Ag, Cu, Pb, Zn dan Mn terdapat pada urat-urat kuarsa berukuran beberapa cm hingga 60 m. Logam dasar tersebut merupakan produk akhir dari kegiatan magma yang menerobos tufa dan breksi yang diduga berlangsung pada Plio-Pleistosen.

urat kuarsa, sphalerite dan cinnabar

Analisis mineral logam pada beberapa percontoh menunjukkan nilai anomali tinggi, diantaranya : Mn antara 2,92-15,9 ppm, Pb 7,5-1094,4 ppm, Cu 23-123870 ppm, Zn 15,2-89921,25 ppm, Ag 2,5-80,28 dan Au <>

gravatar

Barat Petrologi dan Geokimia Batuan Volkanik Tersier dan Kuarter daerah Pongkor Jawa Barat

Penelitian petrologi dan geokimia batuan volkanik Tersier dilaksanakan di daerah Pongkor, Jawa Barat, pada koordinat 106o 25’00” - 106o 35’ 00” BT dan 6o 30’ 00” - 6o 40’ 00” LS. Daerah Pongkor pada umumnya merupakan daerah perbukitan berketinggian beberapa ratus meter d.p.l. Batuan yang menyusunnya terdiri dari terobosan andesit, granodiorit, diorit, tufa, dan breksi andesit berumur Tersier dan Kuarter.

Peta Geologi daerah Pongkor Jawa Barat

Berdasarkan hasil pengamatan petrografi, batuan-batuan tersebut didominasi oleh andesit dan andesit horenblenda. Di lapangan dijumpai sebagai dyke, sill serta stock berukuran beberapa meter hingga puluhan meter. Mineralisasi logam dasar yaitu Au, Ag, Cu, Pb, Zn dan Mn terdapat pada urat-urat kuarsa berukuran beberapa cm hingga 60 m. Logam dasar tersebut merupakan produk akhir dari kegiatan magma yang menerobos tufa dan breksi yang diduga berlangsung pada Plio-Pleistosen.

urat kuarsa, sphalerite dan cinnabar

Analisis mineral logam pada beberapa percontoh menunjukkan nilai anomali tinggi, diantaranya : Mn antara 2,92-15,9 ppm, Pb 7,5-1094,4 ppm, Cu 23-123870 ppm, Zn 15,2-89921,25 ppm, Ag 2,5-80,28 dan Au <>

gravatar

Magmatisme Segmen Utara Zone Bukit Barisan di Gayo Lues, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

Penelitian magmatisma bertujuan untuk mempelajari petrologi, geokimia, dan mineralisasi. Data petrologi tersebut dapat menjelaskan petrogenesa batuan, petrotektonik (lingkungan tektonik), dan umur magmatisme. Apabila mineralisasi dikaitkan dengan proses magma, penelitian ini sangat berguna dalam menunjang eksplorasi mineral logam.

Kegiatan magmatisme pada Mesozoik-Tersier di daerah Segmen Utara Zone Bukit Barisan (daerah Gayo Lues dan sekitarnya) ditandai oleh adanya tubuh intrusi Granit Samadua; terdiri atas granit biotit porfir dan aplit. Magmatisme pada zaman Tersier ditandai oleh terobosan granodiorit, dike, dan sill di sebelah utara Blang Kejeren yang menerobos Formasi Rampong berumur Oligosen. Batuan intrusi juga terdapat dalam Kelompok Tapanuli berupa rhilote, bertextur porfiritik, mengandung banyak amigdal. Magmatisme Plistosen-Holosen berasal dari produk Gunung Pusat Kembar yang menutup Formasi Rampong dan Kelompok Tapanuli. Batuan Volkanik ini terdiri atas lava andesit, dasit, basalt dan piroklastik.

mg-01_bukitbarisan

Daerah Kabupaten Gayo Lues memiliki potensi mineral logam yang bernilai ekonomi, yaitu galena, logam dasar, dan emas. Di beberapa tempat, seperti di daerah Kecamatan Pepelah dan Pining ditemukan bongkahan-bongkahan batuan yang mengandung galena. Petunjuk mineralisasi logam dasar di temukan di beberapa lokasi yang mengindikasikan bahwa dijumpainya pirit diduga berkaitan dengan emas. Mineralisasi galena terdapat di daerah Pining Kecamatan. Anomali galena tinggi terdapat di sungai Simpang Pangul yaitu cabang selatan Sungai Uring. Galena terdapat dalam bongkah batugamping, batupasir dan granit. Batuan yang tersingkap termasuk ke dalam Formasi Kluet yang terdiri atas sekis, genes, kuarsit, metabatugamping, batusabak dan batutanduk. Galena dalam bongkah tersebut dijumpai di sungai Telege, Sungai Berawang Janggut, Sungai Pepelah dan di sungai kecil yaitu cabang sébelah utara Sungai Uring timur, Desa Pepelah. Penyebaran mineralisasi galena ini terkonsentrasi pada Formasi Kluet yang diterbos oleh Granodiorit-Diorit Telege.

mg-02_bukitbarisan

Mineralisasi logam dasar disertai dengan emas terdapat di daerah perbukitan berketinggian sedang, terletak 4 km baratlaut Blang Kejeren di tepi jalan raya Blang Kejeren - Takengon dan pinggiran sungai Penomon. Mineralisasi didominasi oleh pyrite dalam batuan dasit-rhiolit. Batuan ini berupa korok yang menerobos batu lanau. Terobosan dasit dan rhiolit ini pada umumnya telah tersesarkan dan terkekarkan bersama-sama dengan batu lanau. Sebaran mineralisasi pada umumnya ke arah barat daya dan menempati perbukitan.

gravatar

Perkembangan Struktur Geologi Bawah Permukaan Berdasarkan Hasil Analisis Data Gaya Berat di Utara Kendari, Sulawesi Tenggara

Hasil pengukuran gaya berat di daerah penelitian, yang sebagian besar daerahnya ditutupi oleh batuan ofiolit, mempunyai besaran anomali antara -8 sampai 86 mgal. Perkembangan tektonik dan geologi daerah ini mempunyai banyak persamaan dengan daerah Lengan Timur Sulawesi. Dengan ditemukannya endapan hidrokarbon di daerah Batui, diharapkan daerah penelitian juga berpotensi mengandung endapan tersebut.

Sesar Lasolo merupakan sesar geser yang membagi lembar daerah Kendari menjadi dua jalur, yaitu: Jalur Tinondo, yang menempati bagian barat daya lembar, dan jalur Hialu yang menempati bagian timur laut daerah lembar ini. Lajur Tinondo merupakan himpunan batuan yang bercirikan asal paparan benua, sedangkan Lajur Hialu merupakan himpunan batuan yang bercirikan asal kerak samudera (Rusmana dan Sukarna, 1985). Batuan yang terdapat di Lajur Tinondo adalah Batuan Malihan Paleozoikum, dan diduga berumur Karbon.

Penafsiran yang menghasilkan bentuk geometri anomali Bouguer, model-model penampang bawah permukaan, termasuk struktur geologinya, mencerminkan proses geologi, tektonik, dan kaitannya dengan potensi sumber daya geologi. Hasil analisis kualitatif anomali Bouguer dan anomali sisa menunjukkan bahwa struktur yang berkembang di daerah penelitian pada umumnya berarah barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut. Hasil analisis kuantitatif tiga buah model penampang bawah permukaan menunjukkan ada dua jenis batuan sedimen dengan rapat massa masing-masing 2,20 g/r cm 3 dan 2,35 gr/cm 3.

Struktur lipatan hasil analisis data gaya berat daerah penelitian menunjukkan potensi sumber daya geologi yang sangat besar, berupa: panas bumi dan endapan hidrokarbon. Panas bumi berada di sekitar daerah Tinobu, Kecamatan Lasolo, sepanjang sesar Lasolo, sedangkan cebakan hidrokarbon di sekitar pantai dan lepas pantai timur daerah penelitian, seperti: daerah Kepulauan Limbele, Teluk Matapare (Kepulauan Nuha Labengke), Wawalinda, Telewata, Singgere, pantai utara Kendari, dan lain sebagainya.

gravatar

Penelitian Sesar Aktif dan Kegempaan Wilayah Semarang, Rembang dan Cilacap Jawa Tengah

Penelitian Sesar Aktif dan Kegempaan (Seismotektonik) meliputi wilayah Semarang dan sekitarnya pada koordinat 110° – 110°30’ BT dan 6°50’ – 7°30’ LS. Daerah Rembang pada koordinat 110° – 111°30’ BT dan 6°20’ – 7° LS, dan Cilacap pada koordinat 109° – 109°30’ BT dan 7°30’ – 7°50’ LS. Daerah Semarang dan sekitarnya termasuk dalam wilayah administratif Kota Semarang, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang. Daerah Rembang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Rembang, sedangkan daerah Cilacap termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Cilacap.

Daerah Semarang, Rembang dan Cilacap mempunyai karakter tektonik serupa yaitu merupakan implementasi dari gaya tektonik Jawa yang berarah relatif utara-selatan. Daerah Cilacap mempunyai intensitas tektonik lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Semarang dan Rembang. Berdasarkan kajian neotektonik tersebut di atas dapat ditentukan empat perioda neotektonik sejak 2000 tahun yang lalu dengan perioda ulang 500 tahun yang dicirikan oleh terbentuknya empat seri gosong pantai. Daerah Semarang dikontrol oleh lajur seismotektonik sesar mendatar mengiri Gajah Mungkur-Rawa Pening dan lajur seismotektonik sesar naik selatan Semarang, serta lajur seismotektonik sesar turun Kali Garang. Daerah Rembang dikontrol oleh lajur seismotektonik sesar naik Lasem. Daerah Cilacap dikontrol oleh seismotektonik sesar mendatar mengiri Serayu, dan lajur seismotektonik tunjaman selatan Jawa.

Berdasarkan penilaian terhadap karakter seismotektoniknya wilayah Cilacap mempunyai indeks bencana dan resiko lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Semarang dan Rembang. Nilai intensitas maksimum gempabumi wilayah Cilacap mencapai VIII - IX MMI, sedangkan daerah Semarang dan Rembang maksimum VII MMI.

Lokasi penelitian seismotektonik daerah Rembang pada citra Landsat (RGB 457)

Lokasi penelitian seismotektonik daerah Rembang pada citra Landsat (RGB 457)


peta kelurusan daerah Rembang

gravatar

Pengelompokan Pulau-Pulau Kecil Berdasarkan Tektonogenesis untuk Perencanaan Tataruang Darat Laut dan Dirgantara Nasional

Berbagai masalah yang sering menjadi kendala utama dalam pengelolaan dan pembangunan pulau-pulau kecil di Indonesia di antaranya adalah aksesibilitas. Ini disebabkan utamanya karena lokasi yang terpencil dan terisolir, sumber daya air dan infrastruktur yang sangat terbatas, tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang rendah. Setiap pulau kecil atau gugus pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan tingkat kerentanan yang berbeda dibandingkan dengan pulau besar.

Dalam kaitannya dengan optimalisasi pengelolaan guna pemberdayaan pulau-pulau kecil di Indonesia, perlu dilakukan pengelompokan pulau-pulau kecil tersebut berdasarkan proses pembentukan melalui tahapan atau evolusi tektoniknya. Kegiatan ini dilakukan untuk menghimpun data dan informasi spasial tentang karakteristik pulau kecil beserta gugusannya berdasarkan tektonogenesisnya, kondisi fisik perairan disekitarnya, potensi sumberdaya mineral, energi, dan air tanah, serta potensi kebencanaannya. Data dan informasi yang dihimpun pada kegiatan ini merupakan masukan stratejik bagi penyusunan rencana tata ruang darat, laut dan dirgantara guna optimasi pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil itu. Pengelompokan yang dilakukan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang karakteristik geologi kawasan pulau-pulau kecil, yang pada hakekatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup dan kehidupan penghuni di atasnya.

Tataan geologi wilayah Indonesia yang dikenal rumit, terjadi sebagai akibat interaksi 3 lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah barat-baratlaut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun, Lempeng Samudra India-Benua Australia (Indo-Australia) yang bergerak ke utara-timurlaut dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun, serta Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam, namun resultante sistem kinematiknya menunjukkan gerakan ke arah baratdaya dengan kecepatan mencapai 13 cm per tahun. Hasil interaksi lempeng-lempeng tersebut menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa geologi yang spektakuler, seperti kegiatan magmatik dan terbentuknya zona-zona kegempaan dengan intensitas tinggi, terangkatnya kerak bumi sehingga topografi lebih tinggi dari muka air laut pada saat pasang maksimum, atau yang kemudian dikenal sebagai pulau, dan pembentukan cekungan-cekungan sedimen yang kaya berbagai potensi energi dan sumber daya mineral.

Berdasarkan genesis dan kedudukan terhadap tataan tektonik regional saat ini, pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau di Indonesia, secara garis besar, dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

  1. Kelompok pulau-pulau yang terbentuk di luar busur magmatik, disebut kelompok pulau-pulau busur muka
  2. Kelompok pulau-pulau yang terbentuk pada busur magmatik, disebut kelompok pulau-pulau busur magmatik
  3. Kelompok pulau-pulau yang terbentuk pada paparan benua dan busur belakang, disebut kelompok pulau-pulau paparan benua dan busur belakang
  4. Kelompok pulau-pulau yang terbentuk sebagai benua renik, disebut kelompok pulau-pulau benua renik

Pengelompokan pulau-pulau tersebut di atas dilakukan berdasarkan atas fenomena konvergensi antara kerak benua dan kerak samudra yang mendominasi tataan tektonik di Indonesia. Pulau-pulau kecil yang dihasilkan oleh konvergensi antara kerak benua dan kerak benua atau pemekaran lantai samudra, tidak ditemukan pada tataan tektonik masa kini di wilayah Indonesia.

Selanjutnya hasil kajian tersebut disajikan kedalam 23 tema atlas peta dengan fokus pada kelompok pulau kecil yang tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peta-peta tersebut meliputi Peta Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Peta Kelompok Pulau Kecil Berdasarkan Tektonogenesis, dan berikutnya masing-masing dilengkapi dengan informasi tentang Karakterisik Geologi, Lokasi dan Tipe Pasang Surut, Kurva Suhu Permukaan Laut, Kurva Anomali Suhu Permukaan Laut, Kurva Deviasi Paras Muka Laut, Kurva Anomali Paras Muka Laut, Kurva Latent Heat Flux, Kurva Net Heat Flux, Kurva Sensible Heat Flux, Kurva Iradiasi Matahari, Kurva Iradiasi Bumi, Kurva Presipitasi, Kurva Anomali Presipitasi, Lokasi Gempa, Lajur Bahaya Goncangan Gempa, Sumber Daya Nirhayati, Karakteristik Hidrogeologi, Terumbu Karang, Tutupan Lahan, Wilayah Provinsi. Disertakan pula Daftar 92 Pulau Kecil di 37 Wilayah Kabupaten.

gravatar

Penelitian Evolusi Cekungan Paleogen - Neogen daerah Banjarnegara, Purbalingga, Wonosobo, Kendal dan Pekalongan JAWA TENGAH

Penelitian evolusi cekungan bertujuan untuk mempelajari karakteristik geometri cekungan, urutan-urutan dan sifat batuan pembawa hidrokarbon (batuan reservoir), serta struktur dan arsitektur (geometri) cekugan. Selanjutnya, informasi yang di dapat diperlukan untuk mengkaji atau menemukan kemungkinan cadangan baru di dalam cekungan yang belum berproduksi. Daerah penelitian terletak pada koordinat 109o 15’ 00” 109o 52’30” BT dan 7o07’30” - 7o30’00” LS.

daerah penelitian

Peta Lokasi Daerah Penelitian

Sejak Paleogen hingga Neogen Akhir daerah daerah Banjarnegara - Purbalingga mengalami perubahan laju sedimentasi dan penurunan cekungan yang mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan pengendapan. Perubahan laju penurunan dan sedimentasi diduga karena pengaruh kekuatan tektonik dan gunungapi.

Pada Paleogen Akhir daerah Banjarnegara - Purbalingga merupakan laut dalam yang dipengaruhi kegiatan tektonik aktif sehingga terjadi longsoran-longsoran bawah laut yang mengakibatkan terjadinya endapan turbidit Formasi Worawari. Pada akhir Paleogen Atas terjadi pula longsoran-longsoran yang mengakibatkan terbentuknya endapan olistostrom Formasi Worawari yang tersusun oleh matriks lempung dan bongkah-bongkah batugamping numulit, batupasir kasar - sangat kasar, serta konglomerat. Setelah itu pada umur N3 terjadi pengangkatan yang diikuti oleh pendangkalan dan akhirnya diikuti proses erosi. Sebagai akibatnya terjadi rumpang umur antara Formasi Worawari yang paling muda berumur N2 dengan Formasi Merawu yang berumur paling tua N4.

Blok Sunda dan Blok Sumba

Peta menunjukkan posisi daerah penelitian di ujung tenggara Blok Sunda, berbatasan dengan Blok Sumba (Pubellier dkk., 2005).

Formasi Merawu (Miosen Tengah – Miosen Akhir) diendapkan sebagai endapan pasang-surut, terdiri atas fasies dataran lumpur dan fasies dataran pasir. Bagian atas Formasi Merawu tidak tersingkap di lapangan, mungkin karena tertutup oleh endapan volkanik muda. Formasi Penyatan yang tersingkap di Longkeyang, yang berumur N18-N19, diduga merupakan bagian atas dari Formasi penyatan yang berdasarkan struktur sedimen dan kandungan fosilnya mencirikan endapan turbidit laut dalam, mungkin batial.

Secara tidak selaras, Formasi penyatan ditindih oleh Formasi Tapak dan Kalibiuk. Susunan litologi dan struktur sedimen pada Formasi Kalibiuk dan Tapak mengindikasikan lingkungan laut dangkal hingga transisi. Formasi Kalibiuk yang menunjukkan lebih bersifat karbonan serta lebih banyak mengandung konglomerat diduga terbentuk pada kondisi yang lebih dekat dengan darat dibanding Formasi Tapak. Berdasarkan fosil foraminifera kecil, Formasi Tapak berumur N19, sementara Formasi Kalibiuk berumur N19-N20.

Korelasi Stratigrafi Daerah Banjarnegara dan Purbalingga

Korelasi Stratigrafi Daerah Banjarnegara dan Purbalingga

Formasi Kalibiuk secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Ligung yang merupakan sedimen darat dengan lensa-lensa batubara dan breksi andesitan dengan augit dan horenblende dari Gunung Korakan (Bemmelen, 1937). Formasi Ligung secara tidak selaras ditindih oleh endapan Kuarter, yaitu Breksi Lembah Serayu, Batuan Gunungapi Jembangan , serta batuan gunungapi muda.

Berdasarkan analisis sidikjari kromatografi gas , maka disimpulkan bahwa samplel 08ED35B paling mirip dengan sampel minyak, sehingga dapat diartikan bahwa sampel tersebut merupakan batuan induk dari rembesan minyak di Kali Gintung.

Dari kelima sampel batulempung, hanya sampel 08ED35B yang memiliki kerogen tipe III, dengan material organik campuran dari laut dan darat. Adapun sampel lainnya memiliki kerogen tipe II, dengan material organik berasal dari darat.

Singkapan Formasi Worawari hummocky


Singkapan Formasi Worawarihummocky
Singkapan Formasi Worawari berupa batupasir sangat halus, kelabu kehijauan mengalami pengkekaran intensifPerlapisan silang-siur hummocky dan perarian sejajar pada batupasir berukuran halus (F. Merawu)

Daftar Isi Basyabook

Follow Me on Twitter

My Skype

My status

Ocehan @basya999

Ngobrol Yuk...

My Google Talk

Artikel Basya World