TEORI LOKASI INDUSTRI
TEORI LOKASI INDUSTRI
Pertimbangan utama dalam menentukan
alternatif lokasi industri yaitu ditekankan pada biaya transportasi yang
rendah. Pada prinsipnya beberapa teori lokasi tersebut untuk memberikan
masukan bagi penentuan lokasi optimum, yaitu lokasi yang terbaik dan
menguntungkan secara ekonomi. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai
beberapa teori lokasi :
a. Theory of industrial location (teori lokasi industri) dari Alfred Weber
Teori ini dimaksudkan untuk menentukan suatu lokasi industri dengan mempertimbangkan risiko biaya atau ongkos yang paling minimum, dengan asumsi sebagai berikut:
1) Wilayah yang akan dijadikan lokasi industri memiliki: topografi, iklim dan penduduknya relatif homogen.
2) Sumber daya atau bahan mentah yang dibutuhkan cukup memadai.
3) Upah tenaga kerja didasarkan pada ketentuan tertentu, seperti Upah Minimum Regional (UMR).
4) Hanya ada satu jenis alat transportasi.
5) Biaya angkut ditentukan berdasarkan beban dan jarak angkut.
6) Terdapat persaingan antarkegiatan industri.
7) Manusia yang ada di daerah tersebut masih berpikir rasional.
Persyaratan tersebut jika dipenuhi maka teori lokasi industri dari Alfred Weber dapat digunakan. Weber menggunakan tiga faktor (variabel penentu) dalam analisis teorinya, yaitu titik material, titik konsumsi, dan titik tenaga kerja. Ketiga titik (faktor) ini diukur dengan ekuivalensi ongkos transport. Berdasarkan asumsi tersebut di atas, penggunaan teori Weber tampak seperti pada gambar berikut ini :
a. Theory of industrial location (teori lokasi industri) dari Alfred Weber
Teori ini dimaksudkan untuk menentukan suatu lokasi industri dengan mempertimbangkan risiko biaya atau ongkos yang paling minimum, dengan asumsi sebagai berikut:
1) Wilayah yang akan dijadikan lokasi industri memiliki: topografi, iklim dan penduduknya relatif homogen.
2) Sumber daya atau bahan mentah yang dibutuhkan cukup memadai.
3) Upah tenaga kerja didasarkan pada ketentuan tertentu, seperti Upah Minimum Regional (UMR).
4) Hanya ada satu jenis alat transportasi.
5) Biaya angkut ditentukan berdasarkan beban dan jarak angkut.
6) Terdapat persaingan antarkegiatan industri.
7) Manusia yang ada di daerah tersebut masih berpikir rasional.
Persyaratan tersebut jika dipenuhi maka teori lokasi industri dari Alfred Weber dapat digunakan. Weber menggunakan tiga faktor (variabel penentu) dalam analisis teorinya, yaitu titik material, titik konsumsi, dan titik tenaga kerja. Ketiga titik (faktor) ini diukur dengan ekuivalensi ongkos transport. Berdasarkan asumsi tersebut di atas, penggunaan teori Weber tampak seperti pada gambar berikut ini :
(a) (b) (c)
Segitiga Weber dalam menentukan lokasi industri(Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2000)
Keterangan:
M = pasar
P = lokasi biaya terendah.
R1, R2 = bahan baku
Gambar
(a) : apabila biaya angkut hanya didasarkan pada jarak.
(b) : apabila biaya angkut bahan baku lebih mahal dari pada hasil industri.
(c) : apabila biaya angkut bahan baku lebih murah dari pada hasil industri.
b. Teori lokasi industri optimal (Theory of optimal industrial location) dari Losch
Teori ini didasarkan pada permintaan (demand), sehingga dalam teori ini diasumsikan bahwa lokasi optimal dari suatu pabrik atau industri yaitu apabila dapat menguasai wilayah pemasaran yang luas, sehingga dapat dihasilkan pendapatan paling besar. Untuk membangun teori ini, Losch juga berasumsi bahwa pada suatu tempat yang topografinya datar atau homogen, jika disuplai oleh pusat (industri) volume penjualan akan membentuk kerucut. Semakin jauh dari pusat industri semakin berkurang volume penjualan barang karena harganya semakin tinggi, akibat dari naiknya ongkos transportasi. Berdasarkan teori ini, setiap tahun pabrik akan mencari lokasi yang dapat menguasai wilayah pasar seluas-luasnya. Di samping itu, teori ini tidak menghendaki wilayah pasarannya akan terjadi tumpang tindih dengan wilayah pemasaran milik pabrik lain yang menghasilkan barang yang sama, sebab dapat mengurangi pendapatannya. Karena itu, pendirian pabrik-pabrik dilakukan secara merata dan saling bersambungan sehingga berbentuk heksagonal.
c. Teori susut dan ongkos transport (theory of weight loss and transport cost)
Teori ini didasarkan pada hubungan antara faktor susut dalam proses pengangkutan dan ongkos transport yang harus dikeluarkan, yaitu dengan cara mengkaji kemungkinan penempatan industri di tempat yang paling menguntungkan secara ekonomi. Suatu lokasi dinyatakan menguntungkan apabila memiliki nilai susut dalam proses pengangkutan yang paling rendah dan biaya transport yang paling murah. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa:
1) Makin besar angka rasio susut akibat pengolahan maka makin besar kemungkinan untuk penempatan industri di daerah sumber bahan mentah (bahan baku), dengan catatan faktor yang lainnya sama.
2) Makin besar perbedaan ongkos transport antara bahan mentah dan barang jadi maka makin besar kemungkinan untuk menempatkan industri di daerah pemasaran.
d. Model gravitasi dan interaksi (model of gravitation and interaction) dari Issac Newton dan Ullman
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa tiap massa mempunyai gaya tarik (gravitasi) untuk berinteraksi di tiap titik yang ada di region yang saling melengkapi (regional complementarity), kemudian memiliki kesempatan berintervensi (intervening opportunity), dan kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability). Teori interaksi ialah teori mengenai kekuatan hubungan-hubungan ekonomi (economic connection) antara dua tempat yang dikaitkan dengan jumlah penduduk dan jarak antara tempat-tempat tersebut. Makin besar jumlah penduduk pada kedua tempat maka akan makin besar interaksi ekonominya. Sebaliknya, makin jauh jarak kedua tempat maka interaksi yang terjadi semakin kecil. Untuk menggunakan teori ini perhatikan rumus berikut.
Keterangan:
I = gaya tarik menarik diantara kedua region.
d = jarak di antara kedua region.
P = jumlah penduduk masing-masing region.
e. Teori tempat yang sentral (theory of cental place) dari Walter Christaller
Teori
ini didasarkan pada konsep range (jangkauan) dan threshold (ambang).
Range (jangkauan) adalah jarak tempuh yang diperlukan untuk mendapatkan
barang yang dibutuhkan masyarakat, sedangkan threshold (ambang) adalah
jumlah minimal anggota masyarakat yang diperlukan untuk menjaga
keseimbangan suplai barang. Menurut teori ini, tempat yang sentral
secara hierarki dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Tempat
sentral yang berhierarki 3 (K = 3), merupakan pusat pelayanan berupa
pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah sekitarnya,
atau disebut juga kasus pasar optimal.
2) Tempat sentral yang
berhierarki 4 (K = 4), merupakan situasi lalu lintas yang optimum.
Artinya, daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh tempat
sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang
paling efisien.
3) Tempat sentral yang berhierarki 7 (K = 7),
merupakan situasi administratif yang optimum. Artinya, tempat sentral
ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangganya.
Untuk menerapkan teori ini, diperlukan beberapa syarat di antaranya sebagai berikut:
1)
Topografi atau keadaan bentuk permukaan bumi dari suatu wilayah relatif
seragam sehingga tidak ada bagian yang mendapat pengaruh lereng atau
pengaruh alam lain dalam hubungannya dengan jalur angkutan.
2)
Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak
memungkinkan adanya produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu,
dan batubara.
Posting Komentar