Archives

gravatar

Jejaring FaceBook dan Lampu Dunia !

Hmmmm.. Yups,, soal jejaring sosial. Memang tidak disangka bahwa membuat koneksi akan membentuk jaring. “Make one connection and you got network”. Dibawah ini ada satu hal menarik tentang visualisasi jejaring dari facebook.

Peta jejaring FaceBook

Peta diatas itu memperlihatkan bagaimana jejaring yang dibuat oleh penggunan FaceBook yang hingga kini sudah memiliki pengguna sebesar 500 juta orang lebih (status Desember 2010). Peta diatas dibuat oleh Paul Buttler, intern on Facebook’s data infrastructure engineering team.

Visualisasi data itu sama saja seperti fotografi. Alih-alih memulai dengan kanvas kosong, Anda bisa memanipulasi lensa yang digunakan untuk menyajikan data dari sudut tertentu.

Bila datanya adalah sebuah data grafik jejaring sosial dari 500 juta orang, maka akan ada banyak lensa di mana Anda dapat melihatnya. Salah satu yang mengusik rasa ingin tahu si Paul pembuat gambar ini adalah lokalitas persahabatan. Paul tertarik melihat bagaimana geografi dan batas politik yang terkena dampak di mana orang tinggal relatif berjauhan terhadap teman-teman mereka. Paul menginginkan visualisasi yang akan menunjukkan yang kota-kota memiliki banyak persahabatan di antara mereka.

Diawali dari kawan sekitar

Akhirnya si Paul memulai dengan mengambil sampel sekitar sepuluh juta pasang teman-teman dari Apache Hive, data gudang yang ada di facebook. Dia memulai dengan menggabungkan data tersebut dengan kota saat ini masing-masing pengguna berada dan menyimpulkan jumlah teman antara setiap pasangan kota. Lalu dia menggabungkan data dengan bujur dan lintang dari kota masing-masing.

Pada saat itu, Paul juga memulai menjelajahi secara dalam “R” (nama software), sebuah perangkat lunak open-source statistik lingkungan. Sebagai sebuah pemeriksaan keabsahan (sanity check), Paul mengeplot pada beberapa titik lintang dan bujur. Untuk sementara paul cukup lega, apa yang terlihat adalah kira-kira garis besar dunia. Berikutnya dia menghapus titik-titik dan merencanakan garis antara titik-titik. Setelah beberapa menit melakukan rendering, gumpalan putih besar muncul di tengah peta. Beberapa tepi luar gumpalan yang samar-samar mirip dengan benua, tapi jelas bahwa terlalu banyak data yg dipakai untuk mendapatkan hasil yang menarik hanya dengan menggambar garis. Akhirnya Paul berpikir bahwa membuat garis semi-transparan akan melakukan trik, tapi dia cepat menyadari bahwa perangkat grafiknya tidak bisa menangani cukup banyak nuansa warna untuk itu untuk bekerja dengan cara yang diinginkan.

Sebaliknya Paul menemukan cara untuk mensimulasikan efek yang diinginkan. Dia memastikan bobot untuk setiap pasangan kota sebagai fungsi jarak Euclidean diantara mereka dan jumlah teman diantara mereka. Lalu diplot garis antara pasangan berat, sehingga pasangan kota dengan persahabatan yang paling di antara mereka digambar di atas yang lain. Paul akhirnya menggunakan jalan warna dari hitam menjadi biru putih, dengan warna setiap baris yang tergantung pada beratnya. Dia juga mengubah beberapa garis untuk membungkus di sekitar gambar, daripada yang membentang lebih dari separuh di seluruh dunia.

Lampu Dunia.

Mungkin anda pernah melihat peta lampu-lampu di dunia ini bila dilihat pada malam hari. Peta lampu dunia (Earth Light) ini dibuat oleh NASA pada 27 November 2000. Peta ini dibuat dari foto satelit yang diambil pada malamhari. Sehingga yang terlihat hanyalah lampu-lampu kota di Dunia. Dan kalau dibandingkan antara peta lampu dengan peta pertemanan ini ternyata sangat menarik.














Kedua peta itu sangat mirip !!

Coba perhatikan Indonesia. Negeri ini walaupun redup tidak memiliki lampu (yang mungkin menandakan kurangnya supply listrik dari PLN) tetapi sangat terang berkilau pada jaringan sosial. Indonesia memiliki jumlah pengguna facebook yang cukup besar. Bahkan sudah menjadi negara ketiga terbesar pengguna FaceBook.

Jadi memang benar bahwa orang Indonesia itu memang sangat suka sekali berteman ?

Jadi temenku yook !!! hehe

gravatar

You and Network [Kamu dan Jejaring]

  • If you do not know, but you know how to find it …. just find by “yourself”.
  • If you do not know, but you know to whom to ask … then ask “your network”.
  • If you do not know and you do not know to whom to ask … then ask the “global network”.

So . share this article and see how wonderful network …. !!

Dunia sekarang adalah dunia berbagi (Sharing) bukan sekedar dunia tukar menukarExchange) (

If you do not know, but you know how to find it …. just find by “yourself”.

Kalau kamu ngga tahu, tetapi kamu tahu dimana mencarinya …
carilah sendiri !

Mencari sendiri sendiri seringkali akan mendapatkan lebih dari yang dicari. Ketika mencari sendiri banyak pengalaman yang dapat dipakai untuk belajar tentang hal yang dicari maupun teknik mencarinya. Sehingga semakin sering kita berusaha sendiri maka akan semakin cepat kita menemukannya. Dengan demikian coba usahakan sendiri dulu supaya tidak tergantung pada orang lain.

If you do not know, but you know to whom to ask … then ask “your network”.

Kalau kamu ngga tahu, tapi kamu tahu siapa yg harus ditanya …
tanyakan ke rekan-rekan jaringanmu !

Nah, ketika mencari sendiri tentunya banyak sekali kendalanya. Salah satunya adalah kondisi dimana suatu saat kita sendiri tidak tahu dimana harus mencarinya. Kawan, kerabat, saudara, sahabat dan kolega lingkungan profesi yang kita kenal di sekeliling kita merupakan tempat yang sangat tepat untuk bertanya. Untuk itu perlu sekali mempunyai teman yang cukup banyak, sehingga akan cukup banyak tempat kita bertanya. Kita juga harus tahu kelebihan dan kelemahan teman kita, sehingga kita dapat “sharing” (berbagi) pengetahuan.

“Your Network” adalah anda dan kerabat anda yang saling kenal, saling tahu, dimana identitas satu dengan yang lain diketahui atau dapat dengan mudah diketahui. Misalnya lingkungan profesi, sesama anggota pecinta alam, sesama anggota club, sesama asal Madura, teman satu gereja, teman satu vihara, teman satu masjid …. dll. Jadi ikutlah aktif didalam lingkungan anda, karena mereka semua ini akan dengan senang hati membantu kita. Namun tentunya kita juga harus berusaha menciptakan atau menumbuhkan suasana
saling membantu. “Helpfull environment” ini harus kita usahakan bersama didalam ‘network’, tidak mungkin dikerjakan sendirian.

If you do not know and you do not know to whom to ask … then ask the “global network”.

Kalau kamu ngga tahu, dan kamu ngga tahu kepada siapa harus bertanya …
tanyakan ke “global network” !

Keterbatasan selalu saja ada, bahkan teman, kerabat, juga kolega seprofesi kitapun punya keterbatasan ….emangnye superman ! Maka saatnya anda masuk ke “Global Network“.

Dalam ‘global network‘ ini kita bahkan tidak tahu siapa yang akan kita tanyai, kita tidak tahu bagaimana mau bertanya karena lingkungan ‘network‘ sekeliling kita sudah tidak ada lagi yang dapat membantu. Yang kita tahu sekarang hanyalah ‘virtual world‘, disinilah kita dapat bertanya. Ada yang berupa ‘webpage‘ maupun ‘WebBlog’ dalam bentuk forum diskusi, ‘chatting room‘, juga ada mailing list (yang ini dapat juga ‘your network’ karena sudah saling kenal, namun tidak jarang mailing list ini berisi orang yang anda tidak kenal sama sekali, bahkan ada menggunakan ‘nick name’ (nama samaran), ada juga ‘news group’ yang kebanyakan sudah dikelompokkan sesuai dengan minat anggotanya.

Banyak sekali yang akan kita dapatkan dalam “global network” ini, termasuk ilmu, informasi, serta dapat juga melontarkan pertanyaan maupun ikut membantu menjawab pertanyaan orang lain yang seringkali tidak kenal. Dan akan terjadi .. “sharing knowledge” ..

Dengan demikian ketika ‘network‘ kita sudah tidak dapat membantu, maka “global network” merupakan dunia virtual yang tepat untuk berdiskusi atau bertanya.

Menurut Chairman CEO Chevron Kenneth T. Derr di tahun 1999, dengan sharing knowledge maka dalam 7 tahun Chevron telah menghemat biaya sebesar 2 Billion USD setiap tahun dari 9.4 ke 7.4 Billion USD. Dan sudah dimulai sejak tahun 1990.

Nah bayangkan seandainya kita dapat selalu sharing knowledge ini secara nasional maupun mengglobal tentunya akan terjadi efisiensi yang cukup besar juga dan akan sangat berarti bagi seluruh umat manusia. karena mengurangi pemborosan.

Of all the initiatives we’ve undertaken at Chevron during the 1990s, few have been as important or as rewarding as our efforts to build a learning organization by sharing and managing knowledge throughout our company.

In fact, I believe this priority was one of the keys to reducing our operating costs by more than $2 billion per year – from about $9.4 billion to $7.4 billion – over the last seven yea Speech by Kenneth T. Derr (Chairman of the Board and Chief Executive Officer Chevron Corporation) January 11, 1999

Yang jauuh lebih penting coba dulu sendiri !

Namun tentunya seandainya “global network” tidak dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kita .. Kita harus kembali ke diri sendiri, mencari jawaban sendiri karena kita mempunyai tanggung jawab atas diri kita sendiri. Dan jangan lupa ‘sharing‘ hasilnya .. Dan berbagilah ilmu dengan yang lain.

Berbagi ilmu bisa saja dengan menuliskan dalam sebuah catatan blog, homepage, maupun membuat dan menulis artikel di media cetak, … kalo bruntung dapet uang saku euy !.

So …. share your knowledge and see how wonderful network …. !!

gravatar

Sampah Kota, Masalah dan Peluang

Permasalahan sampah kota tidak hanya teknis, tetapi juga social, ekonomi dan budaya. Masalah utama sampah kota umumnya terjadi di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) terutama di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung dan Makassar serta hamper menjadi masalah di beberapa Kab/Kota lainnya di Indonesia. Masalah tersebut diantaranya keterbatasan lahan TPA, produksi sampah yang terus meningkat, teknologi proses yang tidak efisien dan tidak ramah lingkungan, serta belum dapat dipasarkannya produk hasil sampingan sampah kota. Padahal, produk hasil sampingan sampah sebenarnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah, misalnya pupuk organic, biogas, dan tenaga listrik.

Pupuk organic bisa menggantikan pupuk kimia (pupuk anorganik) yang harganya tinggi serta langka dan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya harga BBM. Demikian pula biogas atau tenaga listrik sampah adalah bahan energi alternative (biofuel) yang dapat diperbaharui (renewable) sebagai pengganti bahan baker BBM yang semakin langka dan mahal. Oleh karena itu, para pengambil kebijakan pengelola sampah kota dituntut untuk menemukan pengelolaan lingkungan yang berbasis system produksi. Artinya, sampah dilihat sebagai bahan baku untuk diproses menjadi produk komersial yang dapat dijual serta bersih lingkungan.

Permasalahan yang muncul di TPA, akan merambat kearah hulu yang mengakibatkan terhenti atau terhambatnya pengangkutan sampah dari sumber sampah ke TPA. Dampaknya, sampah akan menggunung di kota disertai akumulasi polusi yang ditimbulkannya.

Untuk mengatasi masalah sampah, dibutuhkan system pengelolaan yang baik. Pengelolaan sampah kota bertujuan agar tercipta kebersihan lingkungan. Dengan armada angkutan sampah yang besar, jumlah personil yang memadai, keteraturan jadwal, serta ketepatan lokasi obyek sampah maka masalah kebersihan lingkungan di sumber sampah dapat diatasi dengan baik. Tapi hal tersebut mustahil terlaksana, karena memerlukan sumberdaya yang sangat tinggi. Maka dibutuhkan beberapa alternative cara mengatasi masalah sampah kota, misalnya dengan menerapkan teknologi terapan, baik yang sudah dikenal atau belum dikenal di Indonesia. Misalnya, penggunaan teknologi terapan di TPS (Tempat Penampungan Sementara) dan kombinasi teknologi di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sehingga dihasilkan produk yang habis terjual atau termanfaatkan kembali. Dalam merealisir pola tarapan tersebut, mungkin sebaiknya system yang baik diterapkan oleh pemerintah adalah system se-desentralisasi (Pengelolaan di TPS dan TPA, pola Inti-Plasma. Pengelolaan sistem sentralisasi (hanya mengelola di TPA) sangatlah rumit apalagi system desentralisasi (hanya mengelola di TPS) sama rumitnya karena paradigm masyarakat yang belum berubah mengenai sampah. Setidaknya masalah sampah tersebut juga merupakan sebuah peluang usaha, setidaknya yang paling sederhana adalah mengolahnya menjadi pupuk organic dengan pola/sistem utama adalah se-desentralisasi, yang dimotori oleh pemerintah, bila perlu bentuk perusda khusus menangani sampah perkotaan.

Beberapa tahun belakang ini, bahan pangan, terutama sayuran yang dibudidayakan secara organik mulai digandrungi masyarakat. Mereka mulai menyadari kalau bahan makanan yang dibudidayakan secara organic itu lebih sehat dan lebih aman. Dikatakan lebih aman karena pada bahan makanan tersebut tidak tertinggal sisa pestisida/pupuk yang mengandung bahan kimia berbahaya bagi tubuh manusia.

Bangun Pertanian Organik

Bertani secara organic berarti semua pupuk dan pestisida yang digunakan terbuat dari bahan-bahan organic, seperti kompos dan pestisida nabati. Kompos menjadi pupuk utama sehingga untuk mengembangkan pertanian organic dibutuhkan dalam jumlah banyak. Nah bahan baku utama pembuatan kompos ini adalah sampah organik yaitu sampah perumahan, sampah pasar, serbuk gergaji, kotoran hewan, abu hasil pembakaran sekam padi, dan masih banyak lagi yang semuanya terbuang atau terabaikan selama ini, yang lucunya malah menjadi masalah selama ini. Kita kelola dengan cerdas sampah ini, sehingga bisa berhasil guna dan bermanfaat serta mengurangi pencemaran lingkungan. Karena pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan sampah. Mari kita mengambil hikmah dalam masalah sampah ini dengan menjadikannya sebagai peluang usaha serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

gravatar

Kegagalan Pembangunan Wilayah Pemekaran dan Otoda

Diharapkan kedepan, otonomi daerah lebih mengerucut lagi ke otonomi desa, diperlukan UU baru tentang Otonomi Desa Mandiri (berbasis komunal) atau amandemen UU No.32/2004 tentang Otonomi Daerah (revisi kedua). Artinya otonomi jangan terputus sampai di tingkat kab/kota saja. Bila tidak demikian, mustahil otonomi bisa berjalan sesuai dengan harapan bersama. Bila demikian akan tercipta raja-raja kecil “tanpa kerajaan” di daerah, terbentuk karena egoism, ini merupakan fenomena yang terjadi atau hambatan tumbuh berkembangnya cita-cita otonomi itu sendiri. Karena masyarakat desa (akar rumput), dilibatkan semata hanya formalitas belaka.

Termasuk kenapa daerah (kabupaten) pemekaran tidak atau lambat berkembang. Karena peran masyarakat terdepan (akar rumput) tidak dimaksimalkan (virus raja-raja kecil), terjadi copy paste system (tanpa perubahan yang berarti) sebagai daerah atau wilayah segar atau perawan SDA yang mudah diinisiasi atau copy paste mental korup dari kabupaten induk, ini yang menggerogoti para pengelola daerah tersebut. Ini pula merupakan hambatan sampai tidak terjadi pengelolaan SDA dan SDM yang maksimal, malah diabaikan karena terkait kepentingan person/kelompok. Jadi sangat wajar bila pemerintah c/q Menteri Dalam Negeri menghentikan proses pembahasan pemekaran wilayah kabupaten sampai dengan tahun 2015. Perlu kembali dievaluasi daerah yang sudah mekar, bila gagal, bergabung saja ke induknya kembali. Bila tidak akan terjadi pemborosan anggaran, kesempatan korupsi menganga lebar di daerah. Sesungguhnya kegagalan pembangunan bukan karena minimnya anggaran yang turun ke daerah, tapi anggaran terlalu banyak disektor pengadaan barang dan jasa (ini rawan korupsi), dan yang terheboh adalah, hampir setengah anggaran (APBN/APBD) masuk ke sector pengaturan (korupsi). Cuma belum terexpos, karena KPK belum banyak menyentuh ke daerah kab/kota. Polisi dan Kejaksaan di daerah masih diragukan, ditengarai banyak main mata dengan pejabat yang bersangkutan. Ini semua merupakan bom waktu, setiap saat pasti meledak, sedahsyat ledakan “tabung gas” elpiji 3 kilogram.

Grand Design Penataan Wilayah

Grand design penataan wilayah yang dipersiapkan pemerintah ke depan dalam pembentukan/ pemekaran daerah baru baik provinsi maupun kabupaten/kota, dengan dua pendekatan. Yaitu,
1. Membentuknya dengan menggunakan perhitungan berdasarkan parameter geografis, demografis, dan ke-sistem-an sesuai kerangka pikir pembentukan daerah tersebut.
2. Menggunakan pertimbangan realita aspirasi yang ditarik dari dinamika usulan pembentukan daerah baru yang berkembang hingga saat ini.
Berdasarkan dua pertimbangan tersebut, pemerintah c/q Kementerian Dalam Negeri menetapkan, dari tahun 2010 s/d 2025 di Indonesia hanya di estimasi ada penambahan jumlah maksimun Daerah Otonomi Baru (DOB) untuk provinsi sebanyak 11 dan 54 kabupaten/kota.
Solusi Masalah
Solusi dari kesuksesan otonomi daerah (menghindari raja-raja kecil) atau tumbuh berkembangnya wilayah (kabupaten) pemekaran adalah diperlukan (perubahan system) selain yang menjadi harga mati adalah “kejujuran atau moral” pengelola negara/daerah. Tidak kalah pentingnya adalah aktualisasikan “Otonomi Desa Mandiri” sebagai pendukung utama pelaksanaan atau kesuksesan otonomi daerah, otonomi jangan terhenti di Kab/Kota. Libatkan secara ril masyarakat terdepan (desa) dengan berbasis komunal, jangan libatkan masyarakat secara formalitas saja (fakta yang terjadi pada pelaksanaan PNPM, BLT atau program lainnya), dengan basis komunal dipastikan akan tumbuh partisipasi dan krestivitas masyarakat, karena muncul rasa memiliki dan tanggungjawab didalamnya.
Solusi ini memang tidak disukai oleh “person” yang bermental koruptor, karena peluang atau kesempatan korupsi sangat minim, bisa jadi tidak ada, karena Pengelolaan dana (APBD) akan terkontrol langsung oleh masyarakat. Otonomi Desa ini pula merupakan pemicu (benih) tumbuh berkembangnya kelompok usaha baru atau home industri di tengah masyarakat akar rumput, bukankah ini merupakan harapan bersama, menuju kesejahteraan yang berkeadilan. Semoga bisa dipertimbangkan. Bagaimana?

Sumber: www.gerakanindonesiahijau.com

gravatar

Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Konsep Umum

Banyak pendekatan yang dibuat untuk mengelola lingkungan baik di tingkat perusahaan maupun pemerintah, diantaranya adalah Environmental Management System (EMS). EMS adalah siklus berkelanjutan dari kegiatan perencanaan, implementasi, evaluasi dan peningkatan proses, yang diorganisasi sedemikian sehingga tujuan bisnis perusahaan/pemerintah dan tujuan lingkungan padu dan bersinergi.
  • Perencanaan, meliputi identifikasi aspek lingkungan dan penetapan tujuan (goal)
  • Implementasi, termasuk pelatihan dan pengendalian operasi;
  • Pemeriksaan, termasuk monitoring dan pemeriksaan hasil kerja;
  • Evaluasi, termasuk evaluasi kemajuan kerja dan perbaikan sistem.
Penerapan EMS

EMS yang efektif, dibangun pada konsep TQM (Total Quality Management), misalnya pada ISO 9000. Untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan, organisasi tidak hanya tahu apa yang terjadi, tetapi juga harus tahu mengapa terjadi. Kebanyakan penerapan EMS (termasuk didalamnya ISO 14001), akan sukses jika :
  • didukung oleh manajemen puncak
  • fokus pada peningkatan berkelanjutan
  • sederhana, fleksibel dan dinamis mengikuti perubahan lingkungan
  • cocok dengan budaya organisasi
  • kepedulian dan keterlibatan semua pihak

Manfaat EMS

Walaupun penerapan EMS memerlukan biaya dan waktu, namun manfaat yang bisa dipetik diantaranya :

  • meningkatkan kinerja lingkungan
  • mengurangi/menghilangkan keluhan masyarakat terhadap dampak lingkungan
  • mencegah polusi dan melindungi sumber daya alam
  • mengurangi resiko
  • menarik pelanggan dan pasar baru (yang mensyaratkan EMS)
  • menaikkan efisiensi/mengurangi biaya
  • meningkatkan moral karyawan
  • meningkatkan kesan baik di masyarakat, pemerintah dan investor
  • meningkatkan tanggung jawab dan kepedulian karyawan terhadap lingkungan

ISO 14000

ISO (International Organization for Standardization), merupakan organisasi non pemerintah, yang berlokasi di Geneva, Switzerland. ISO memperkenalkan dan mengembangkan standar internasional, seperti seri ISO 9000 dan ISO 14000. ISO 9000 mengenai pengelolaan kualitas (quality management), sedangkan ISO 14000 mengenai pengelolaan lingkungan (environmental management). Aktivitas yang menggunakan standar ISO 14000 menghendaki aktivitas pengurangan dampak merugikan terhadap lingkungan dan peningkatan menerus terhadap kinerja lingkungan.

AMDAL

AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment) merupakan perangkat analisis untuk menilai suatu kegiatan (proposal kegiatan) tidak berdampak merugikan lingkungan, seperti pada kesehatan, flora, fauna, tata guna lahan, ekonomi, budaya dan sosial.

Amdal juga merupakan sebuah proses perencanaan yang digunakan untuk menghitung, memprediksi dan menganalisis dampak nyata dari sebuah proposal (rencana pembangungan) terhadap lingkungan serta untuk menyediakan informasi yang bisa digunakan dalam proses pengambilan keputusan apakah proposal tersebut akan disetujui atau tidak.

Proses AMDAL terdiri dari penyaringan, scoping, pengkajian, mitigasi , pelaporan, peninjauan, pengambilan keputusan , pengawasan dan manajemen dan partisipasi publik.

gravatar

Lingkungan Hidup Dan Pembangunan Berkelanjutan

Keberhasilan manusia mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupannya sebagai makhluk yang tertinggi derajadnya di muka bumi (khalifah) adalah berkat kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya secara aktif. Sungguhpun manusia merupakan makhluk lingkungan (territorial being) yang tidak mungkin dipisahkan dari lingkungan hidupnya sebagai tempat bermukim, manusia tidak menggantungkan dirinya pada kemurahan lingkungan semata-mata. Sejak terusir dari Secara simbolik, sejak meninggalkan Taman Firdaus yang segala kebutuhan hidupnya serba ada dan dalam jumlah serba banyak untuk menjamin hidupnya, terpaksa harus bekerja keras dengan menguasai alam semesta beserta segala isinya.

Jelaslah bahwa kisah kejadian tentang asal-usul manusia pertama, yaitu Adam dan Siti Hawa, mengandung pengertian bahwa manusia harus mengembangkan diri untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan sebagai manusia dengan menguasai jagad raya beserta isinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak hidup di bumi manusia harus mengembangkan peralatan dan cara pengendaliannya untuk membangun lingkungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungannya serta mengolah sumberdaya alam yang tersedia. Pernyataan poluler tentang usaha manusia membina hubungan secara aktif dan timbal balik seorang pelopor Antropologi kenamaan Gordon Childe diabadikan dalam bukunya tentang sejarah peradaban manusia Man Makes Himself (19..).

Berkat kemampuan akal dan ketrampilan kerja kedua tangannya, manusia dapat memahami lingkungannya dan menghimpun pengalaman sebagai pengetahuan dan menciptakan peralatan sebagai penyambung keterbatasan jasmaninya. Keunggulan manusia berfikir secara metaforik dan kemampuan kerja dengan menggunakan peralatan itu, manusia dapat menghimpun pengalaman, mengembangkan pengalaman dan kemampuan menguasai bumi dengan segala isinya. Akhirnya manusia menjadi makhluk pemangsa yang terbesar di muka bumi. Manusia dapat melaksanakan perintah sang Pencipta untuk menguasai ikan di lautan, menguasai segala binatang yang hidup di daratan maupun burung-burung yang berterbangan di langit, untuk mengembangkan keturunan dan memenuhi bumi. Karena itulah manusia berhasil menghantar dirinya sebagai khalifah di muka bumi dan hidup tersebar luas di muka bumi.

Sungguhpun keunggulan manusia telah membuka peluang untuk menguasai bumi dengan segala isinya dan dapat mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan di manapun ia suka, tidaklah berarti bahwa kekuasaan manusia itu tanpa mengenal batas. Dengan peralatan di tangan sejak zaman batu tua (palaeolithicum) hingga masa industri yang didominasi dengan penerapan teknologi modern, manusia senantiasa mengalami sejarah kemajuan dan kemerosotan menuju ke peradaban. Dengan peralatan batu yang sederhana, manusia dengan lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan meramu dan berburu binatang liar. Kemudahan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup itu berhasil meningkatkan kesejahteraan yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan hidup dalam jumlah, ragam dan mutunya. Dengan demikian manusia dipacu untuk meningkatkan intensitas pengolahan sumberdaya alam yang tersedia dan pada gilirannya menimbulkan dampak pada lingkungan hidup mereka. Kemajuan peradaban berkat kemampuan manusia menguasai lingkungannya itu telah menimbulkan dampak pada hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.

Intensitas pengolahan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bertambah besar jumlahnya, ragam dan mutunya itu telah mempercepat proses pemiskinan ataupun sekurang-kurangnya mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup setempat. Akibatnya pemenuhan kebutuhan hidup penduduk setempatpun menjadi sulit sehingga mengancam kesejahteraan hidup mereka. Kesulitan itu mendorong manusia untuk kembali mengembangkan teknologi pengolahan sumberdaya alam, sebagaimana tercermin dalam peninggalan sisa-sisa peralatan pada zaman batu muda, yang mempermudah manusia mengolah sumberdaya alam. Selanjutnya manusia mampu mengembangkan peradaban yang lebih kompleks dengan munculnya kota sebagai pusat kekuasaan dengan penduduk yang tidak harus secara langsung mengolah sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berkat kemampuan penduduk pedesaan menghasilkan surplus.

Jelaslah bahwa sejarah peradaban manusia senantiasa mengalami pasang-surut karena ulahnya sebagai khalifah di muka bumi. Namun kekuasaan manusia itu ada batasnya, karena apapun yang dilakukan terhadap lingkungannya akan menimbulkan dampak timbal balik yang tidak terelakan. Peningkatan intensitas pengolahan sumberdaya alam akan mempercepat pengurasan persediaan yang pada gilirannya akan mengancam kesejahteraan penduduk. Akan tetapi dengan keunggulannya, manusia mampu mengatasi keterbatasan itu dengan mengembangkan teknologi dan cara-cara pengendaliannya, untuk meningkatkan efisiensi dan produksivitas kerja mereka tanpa menghacurkan pola-pola hubungan timbal balik dengan lingkungannya (M.Harris, 19) secara selaras, serasi dan berkeseimbangan. Dengan mengacu pada kearifan lingkungan (ecological wisdom) yang dikembangkan dari abstraksi pengalaman masa lampau dan digunakan untuk membina hubungan dengan lingkungannya secara timbal balik (adaptation), manusia mampu merawat keseimbangan fungsi lingkungan hidupnya (ecological equilibrium).

Namun dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia karena pertambahan jumlah penduduk dunia serta meningkatnya kesejahteraan hidup yang disertai meningkatnya kebutuhan hidup manusia di satu pihak, dan kemapuan teknologi modern yang mempermudah manusia mengolah sumberdaya alam yang terbatas, seringkali kearifan lingkungan (ecological wisdom) yang mereka kembangkan sebagai kendali terlupakan. Pengolahan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan yang sehat diabaikan demi terpenuhinya kebutuhan hidup manusia yang cenderung terus meningkat dalam jumlah, ragam dan mutunya. Pesatnya kemajuan teknologi modern tidak secara berimbang diikuti dengan perkembangan pranata sosial sebagai kendali. Kesenjangan antara kemajuan teknologi modern dengan perkembangan pranata sosial sebagai kendali (culture lag) dalam sejarah peradaban manusia itu menjadi sumber bencana yang merusak keseimbangan lingkungan hidup (ecological equilibrium). Namun demikian manusia tidak pernah mengenal menyerah. Keberlanjutan hubungan antar manusia dengan lingkungannya secara berkelanjutan (sustainable adaptation) harus tetap dirawat di era pembangunan yang mendorong manusia untuk meningkatkan intensitas pengolahan sumberdaya dan pengelolaan lingkungan hidup yang sehat demi peningkatan kesejahteraan umum.

PEMBANGUNAN

Apapun makna yang diberikan, pada hakekatnya "pembangunan" itu mengandung implikasi perubahan yang direncanakan. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dalam kurun waktu tertentu, tidak ada jalan lain kecuali dilakukan dengan penerapan teknologi maju yang dapat memperlancar pencapaian sasaran. Sementara itu, setiap penerapan teknologi baru, khususnya yang digunakan untuk memacu perkembangan ekonomi, betapapun sederhananya, akan senantiasa memicu serangkaian perubahan pada sistem produksi, distribusi dan konsumsi yang berdampak luas pada tatanan kehidupan sosial-budaya masyarakat yang bersangkutan. Di lain pihak, peningkatan produksi barang kebutuhan hidup dengan mengolah sumberdaya alam secara lebih intensif, akan mempengaruhi pola-pola hubungan antar manusia dengan lingkungannya.

Pengalaman penerapan teknologi maju di benua lama untuk mengembankan industri pada awal abad XIX telah membuktikan betapa hubungan antar manusia dan lingkungan hidupnya kehilangan keseimbangan. Dalam tempo yang relatif singkat hutan-hutan setempat tidak dapat menghasilkan cukup banyak kayu yang diperlukan untuk pembangunan. Demikian juga binatang liar tidak lagi dapat diharapkan menghasilkan kulit berbulu tebal. Selama kurun waktu 50 tahun (1850-1900) tercatatat lebih dari 35 juta penduduk Eropa terpaksa mengungsi ke luar untuk mencari penghidupan di daerah koloni.

Pengalaman di Eropa itu berulang di kebanyakan negara yang sedang berkembang dewasa ini, termasuk Indonesia. Setelah selesai dengan "revolusi integratif" yang mempersatukan bangsa (C.Geertz, 1966) di bawah kepemimpinan Bung Karno, pemerintahan Orde Baru melanjutkan dengan "revolusi pembangunan". Pembangunan nasional diselenggarakan dengan percepatan pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang dengan penerapan teknologi maju serta stabilitas nasional sebagai persyaratan.
Percepatan pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang tidak ditopang dengan perkembangan pranata sosial yang diperlukan ternyata tidak berhasil memacu perkembangan ekonomi (economic development) yang berakar kuat dalam tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat Indonesia yang pada umumnya masih didominasi tradisi agraris yang bertumpu pada ekonomi subsistensi yang penuh keseimbangan (equilibrious society) harus dengan masyarakat industri yang bertumpu pada ekonomi pasar (market oriented economy) yang mengejar keuntungan materi. Dalam keadaan sedemikian itu pertumbuhan ekonomi hanya di nikmati oleh segolongan kecil masyarakat yang telah siap memanfaatkan peluang dalam pembangunan. Akibatnya masyarakat Indonesia mengalami pergeaseran dari masyarakat yang berkesenangan (equilibrious society) ke arah masyarakat yang berkesenjangan sosial (disequilibrious society) dengan segala implikasi sosial, politik dan keamanan.

Sementara itu penerapan teknologi modern yang cenderung lebih exploitatif dan expansif penerapannya untuk mengimbangi besarnya biaya yang diperlukan telah berlangsung tanpa kendali yang efektif. Akibatnya pengurasan sumberdaya alam berlangsung secara besar-besaran tanpa mengindahkan keseimbangan fungsi lingkungan. Kenyataan tersebut telah menyisihkan sebagian masyarakat dari sumberdaya alam yang selama ini mereka rawat secara berkelanjutan, karena mereka tidak mampu bersaing tanpa perlindungan dengan pihak "luar" yang memiliki berbagai keunggulan. Akibatnya bukan hanya kesenjangan sosial bertambah lebar dan dalam, melainkan juga rusaknya keseimbangan fungsi lingkungan.

Persaingan yang tidak sehat di kalangan masyarakat untuk memperebutkan sumberdaya alam dan lingkungan yang sehat tanpa perlindungan yang tegas telah memicu pertikaian sosial yang seringkali disertai kekerasan (violent conflict) yang dihadapi masyarakat Indonesia dewasa ini.

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Mengingat kenyataan tersebut, model pembanguinan nasional harus diubah, bukan lagi trilogi, melainkan pancalogi dengan menambahkan prinsip sosial dan ekologi. Pembangunan nasional yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi menjadi perkembangan ekonomi yang kuat berakar dalam kehidupan masyarakat harus ditopang dengan pengembangan pranata sosial secara memadai. Dengan lain perkataan, sejalan dengan usaha pembangunan sektor ekonomi harus diimbangi dengan usaha memberdayakan masyarakat agar dapat mengambil bagian secara menguntungkan. Pemberdayaan itu tidak sebatas pada pembekalan ketrampilan dan keahlian, melainkan juga kondisi lingkungan sosial yang menjamin kebebasan penduduk untuk menentukan pilihan hidupnya (cultural freedom), keadilan sosial dan demokrasi politik. Tanpa ke 3 persyaratan itu, masyarakat luas tidak akan mampu ikut mengambil bagian secara menguntungkan, karena sebagian besar dari mereka itu masih didominasi tradisi agraris masing-masing.

Dengan ke 3 persyaratan tersebut, masyarakat akan merasa aman dalam usahanya karena perlindungan atas hak asazi mereka sebagai manusia serta perlindungan atas lingkungan hidup tempat mereka bermukim dan mengembangkan kebudayaan masing-masing. Sungguhpun tidak mungkin lagi bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan akan lingkungan hidup dengan ke 5 fungsi sosial secara penuh. Setidak-tidaknya ada jaminan bagi mereka untuk mendapatkan menciptakan lingkungan yang aman, terjamin sumber pencaharian atau makanannya, tersedia tempat mengembangkan keturunan secara aktif, terawatnya sarana integrasi sosial dan arena tempat aktualisasi diri bagi warganya dan kebutuhan akan keamanan. Terpenuhinya jaminan tersebut juga akan memperkuat kesadaran penduduk untuk mengelola lingkungan hidupnya dan mengolah sumberdayanya secara berkelanjutan demi pelestarian fungsi lingkungannya secara menyeluruh.

Sementara itu perhatian terhadap ekologi dalam pembangunan diperluka sebagai kendali atas pengelolaan lingkungan dan pengolahan sumberdaya alam yang semakin langka (Environment scarcity). Pertiakaian antar bangsa dan bahkan antar kelompok sosial dalam lingkungan masyarakat bangsa yang lebih luas dewasa ini, pada hakekatnya berawal pada perebutan penguasaan sumberdaya dan lingkungan yang terasa semakin langka.

Dalam memperebutkan lingkungan dan sumberdaya alam yang semakin langka itu, manusia tidak segan-segan menggunakan kekerasan dengan berbagai macam dalih dan seringkali juga mengaktifkan simbol-simbol ikatan primordial kesukubangsaan, kebangsaan dan keagamaan ataupun ideologi politik. Karena itu, pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umum jangan sampai sebaliknya menimbulkan kesengsaraan umum. Pembangunan, karena itu bukan semata-mata sekedar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, melainkan juga harus mampu memacu perkembangan sosial-budaya dan melestarikan fungsi lingkungan sebagai tempat manusia mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Manusia sebagai makhluk lingkungan (territorial being), tidak mungkin dipisahkan dari lingkungannya dan tidak mungkin merusak lingkungannya untuk kepentingan sejenak atau bagi generasinya. Semata. Manusia mempunyai tanggungjawab melestarikan fungsi lingkungan bagi generasi penerus mereka. Apa yang mereka perlukan adalah pengaturan yang disepakati bersama untuk melestarikan ke 5 fungsi sosial lingkungannya. Masalahnya siapa yang akan mengambil prakarsa untuk memulainya secara perorangan maupun kolektif.

Daftar Isi Basyabook

Follow Me on Twitter

My Skype

My status

Ocehan @basya999

Ngobrol Yuk...

My Google Talk

Artikel Basya World