Archives

gravatar

Hidrologi Dan Daerah Aliran Sungai - Part 1

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cair, gas, padat) pada, dalam, dan di atas permukaan tanah. Temasuk di dalamnya adalah penyebara, daur dan perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri. Sedangakan hidrologi DAS itu sendiri adalah cabang dari ilmu hidrologi yang mempelajari pengaruh pengelolaan vegetasi dan lahan di daerah tangkapan air bagian hulu upper cathment) terhadap daur air, termasuk pengaruhnya terhadap erosi, kualitas air, banjir, dan iklim di daerah hulu dan hilir (Asdak, 2004)

1. Daur Hidrologi

Daur hidrologi secara alamiah dapat dilihat seperti pada gambar, yaitu sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensas, prestipitasi, evaporasi dan transpirasi.

Pemanasan air samdra oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai prestipitasi dalam bentuk hujan, salju, hutan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa prestipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda. (www.labink.or.id, 2006):

a. Evaporasi /transpirasi – Air yang ada di laut, di daratan, di sungai,di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (prestipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

b. Infiltrasi / perlokasi ke dalam tanah – Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat akibat aksi kapiler atau air bergerak secara vertical atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali system air permukaan.

c. Air permukaan – air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama atau danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu samalain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan di sekitar daerah aliran sungai menuju laut.

2. Ekosistem DAS

DAS dianggap sebagi sutu system, sebab di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Pada DAS, setiap ada masukan ke dalamnya maka dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat output dari ekosistem tersebut (Asdak, 2004).

Input berupa curah hujan sedangkan output berupa debit aliran atau muatan sendiman. Komponen-komponen ekosistem DAS di kebanyakan daerah di Indonesiaterdiri atas manusia, vegetasi, tanah, dan sungai. Hujan yang jatuh di suatu DAS akan mengalami interaksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS tersebut, dan pada gilirannya akan menghasilkan keluaran berupa debit, muatan sendimen dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai (Asdak, 2004).

3. Pengelolaan DAS

Pengelolaaan DAS merupakan suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di aderah al9ran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Pengelolaan DAS berarti pengelolaan dan alokasi sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Termasuk terapat pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air serta keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pengelolaan DAS merupakan pertimbangan mengenai aspek-aspek social, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroprasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan (Asdak,2004).

gravatar

Erosi - Part 1

Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah akan selalu mengalami perubahan-perbuahan, yaitu sebagai segi fisik, kimia ataupun biologi tanahnya. Perubahan ini terutatama karena pengaruh berbagai unsur alamiah, tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia yang berkaitan dengan aktivitasnya. Kerusakan tanah yang diakibatkan oleh tindakan manusia yang berlebihan misalnya kerusakan dengan lenyapnya lapisan olah tanah untuk usaha di bidang pertanian (Sutedjo, 1991:99).

Dalam kaitannya dengan perlakuan manusia pada kegiatan pertanian, yang tidak dikelola dengan efektif akan mudah menjadi bumerang bagi manusia itu sendir, adanya keterbatasna ketersediaan tanah yang cocok dan sesuai untuk kegiatan manusia di bidang pertanian dan makin tingginya kebutuhan akan lahan mendorong manuia untuk memanfaatkan tanah secara berlebihan dan cenderung merusak. Keadaan tersebut menyebabkan permasalahn-permasalahan seperti penggunaan lahan yang tidak tepat karena tidak sesuai dengan kelas kemampuannya dan penggunaan lahan yang tidak disertai dengan usaha konservasinya. Kerusakan tanah dapat terjadi karena beberapa hal antara lain: 1) kehilangan unsur hara dan bahan organik di perakaran, 2) penjenuhan tanah oleh air (water logging) dan 3) erosi (Arsyad, 1989: 16).

Erosi berlangsung secara alamiah (geological erosion) yang kemudian berlangsungnya itu dipercepat oleh beberapa tindakan atau perlakuan manuisa terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya (accelerated erosion). Pada erosi alamiahtidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan, karena peristiwa ini banyaknya tanah yang terangkut seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat apat di sebabkan karena kegiatan manusia, kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Usaha pertanian pada umumnya tidak ada yang hasilnya memperlambat laju erosi alam bahkan sebaliknya mempercepat laju erosi dan sudah dapat dipastikan banyak menimbulkan kerugian kepada manusia seperti longsor, banjir, turunnya produktivitas tanah. Pada peristiwa erosi (yang dipercepat) volume pernghanyutan tanah atau laju erosi lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah, sehingga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus dan pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkutnya lapisan tersebut (Sutedjo, 1991: 100).

Erosi merupakan pengikisan dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpas), es bergerak atau angin (Notohadiprawiro, 1999: 74).

Menurut Rahim (2000; 28) erosi merupakan suatu proses yang terdiri dari penguraian massa tanah menjadi partikel-partikel tunggal dan pengangkutan partikel-partikel tunggal tersebut oleh tenaga erosi. Tenaga yang menyebabkan terjadinya erosi adalah air, angin dan salju. Erosi didefinisikan sebagai peristiwa hilangnya atau terkikisnya bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin atau es. Erosi yang paling besar terjadi di Indonesia adalah erosi air. Erosi disebabkan oleh adanya daya disperse dan daya transportasi air pada saat turun hujan. Apabi;a air hujan tidak mampu menghancurkan tanah menjadi butiran-butiran kecil dan otomatis tidak terjadi erosi. Daya dispersi merupakan daya air memisah tanah yang mula-mula dalam bentuk agregat menjadi pecah terdispersi karena adanya tetesan titik-titik air hujan, sehingga menjadi butir-butir yang halus. Daya transportasi merupakan daya angkut bahan yang mengalir, dalam hal ini run off.

Arsyad (1980) memberikan batasan erosi sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami berupa air atau angin (hardjoamidjojo, 1993).

Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (Asdak, 2004)

1. Mekanisme terjadinya erosi

Erosi tanah melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment) dan tahap pengangkutan oleh media yang erosive (transportation). Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan (sedimentation) (suripin, 2002).

Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih-kurang merata ke segala arah, namun untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas tersebut akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka kan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas, baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliram permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikeltanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin,2002).

2. Macam-macam erosi

Ada beberapa tipe erosi sebagai berikut: (Asdak, 2004: 339)

1. Erosi percikan (splash erosion) : proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetic air hujan bebas atau sebagai air lolos.

2. Erosi kulit (sheet erosion) : erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff).

3. Erosi alur (riil erosion) : pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikrl tanah oleh aliran air larian/limpasan yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air.

4. Erosi parit (gully erosion) : membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar serta merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.

a) Erosi parit terputus; dijumpai di daerah bergunung, diawali oleh adanya gerusan yang melebar di bagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air larian yang besar.

b) Erosi parit yang bersambungan: berawal dari terbentuknya gerusan0gerusan permukaan tanah oleh air larian ke tempat yang lebih tinggi dan cenderung berbentuk jari-jari tangan.

c) Erosi parit bentuk V: terjadi pada tanah yang relative dangkal dengan tingkat erodibilitas (tingkat kerapuhan tanah) seragam.

d) Erosi bentuk U: terjadi pada tanah dengan erodibilitas rendah terletak di atas lapisan tanah dengan erodibilitas tanah yang lebih tinggi.

5. Erosi tebing sungai (streambank erosion) : pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar-dasar sungai oleh aliran air sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah adanya gerusan aliran sungai dan oleh adnya longsoran tanah pada tebing sungai.

3. Faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi erosi

Iklim dan geologi merupakan factor utama yang mempengaruhi proses erosi. Disamping karakteristik lahan dan vegetasi, dimana keduanya bergantung pada dua factor terdahulu dan saling mempengaruhi. Diluar factor tersebut, kegiatan manusia di muka bumi juga member andil yang cukup besar pada perubahan laju erosi. Untuk memahami kapan dan bagaimana erosi terjadi, masing-masing factor tersebut harus diuji secara detail dan aspek-aspek yang relevan diidentifikasi secara tepat. Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu: (Suripin, 2004: 41)

1. Iklim

Factor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi adalah hujan, temperatur dan suhu. Hujan mempunyai peranan dalam erosi melalui tenaga pengelupasan dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi meliputi jum;ah atau kedalaman hujan, intensitas dan lamanya hujan.

2. Tanah

Dalam kaitannnya dengan mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi, sifat-sidat fisik tanah yang mempengaruhi meliputi: tekstur, struktur, infiltrasi, dan kandungan bahan organik.

3. Topografi

Faktor topografi pada umumnya dinyatakan dalam kemiringan dan panjang lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng.

4. Vegetasi

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, 2) menurunkan kecepatan dan volume aliran permukaan/limpasan, 3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui system perakaran, 4) mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.

5. Tindakan campur tangan manusia

Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu factor penting terhadap terjadinya erosi yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan yang berpengaruh terhadap erosi misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan untuk pemukiman atau lahan pertanian.

4. Erosi yang diperbolehkan

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan, adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Arsyad, 2000).

Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan disebut nilai T.

Beberapa cara untuk menetapkan nilai T telah dikemukakan, dan besarnya nilai T tanah pada beberapa Negara telah ditetapkan. Thompson (1957) menyarankan sebagai pedoman penerapan nilai T dengan menggunakan kedalaman tanah, permeabiltas lapisan bawah dan kondisi substratum, seperti tertera pada tabel berikut.

Pedoman penetapan nilai T berdasarkan Thompson

(Arsyad, 2000)

Sifat tanah dan Sunstratum

Nilai T

Ton/acre/tahun

Ton/ha/tahun

1

Tanah dangkal di atas batuan

0,5

1,12

2

Tanah dalam di atas batuan

1,0

2,24

3

Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat, di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan)

2,0

4,48

4

Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilotas lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi

4,0

8,96

5

Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi

5,0

11,21

6

Tanah yang lapisan bawahnya permeable (agak cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi

6,0

13,45

Catatan:

·

· Berat volume tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 gr/cc akan tetapi pada umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat volume antara 1,0 sampai 1,2 gr/cc

Hasil penelitian Hardjowigeno (1987)dapat ditetapkan besarnya T maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan tanah (subsoil) yang permeable dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad,2000).

5. Indeks bahaya erosi

Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Nahaya Erosi, yang didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad, 2000: 274) :

Indeks bahaya Erosi =

Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan, indeks bahaya erosi dapat ditentukan seperti pada table berikut:

Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi menurut Hammer

(Arsyad, 2000)

Nilai Indeks Bahaya Erosi

Harkat

<>

1,01 – 4,0

4,01 – 10,0

> 10,01

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

6. Erosi di Indonesia

sebagian besar wilayah di Indonesia beriklim tropis lembab dengan curah hujan yang relatif tinggi, baik dalam hal jumlah maupun intensitasnya. Adapun proses erosi yang terjadi di daerah tropis dengan curah hujan rata-rata > 1.500 mm/tahun adalah dipengaruhioleh air ( kartosapoetra, 1989). Dengan demikian erosi yang terjadi adalah lebih banyakk disebabkan oleh air (hujan). Intensitas hujan yang terjadi di Indonesia tercata sangat bervariasi dan bergantung pada lokasinya, namun menunjuk adanya kecenderungan terjadi erosi ingkat tinggi (Lal 1976).

Erosi yang terjadi di Indonesia menjadi masalah serius sejak pertengahan abad 19, sejalan dengan dibukanya sebagian hutan di jawa untuk tanaman perkebunan. Akibat adanya konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan lahan pertanian secara berlebihan, terutama di daerah hulu daerah alian sungai (DAS) menimbulkan erosi yang semakin cepat, bahkan banjir dan terjadi kerusakan tanah. Banjir terjadiantara lain di daerah Bengawan Solo, Ciliwung, Citandui dan Cimanuk (Utamo, 1989).

Curah hujan dengan jumlah dan intensitas yang tinggi mengakibatkan timbulnya suatu kondisi dimana kecepatan infiltrasi lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah air yang jatuh. Hal inilah yang menimbulkan kelebihan air sebagai aliran permukaan, dan aliran permukaan yang menyebabkan erosi tahap kedua setelah erosi percik yaitu pengangkutan partikel-partikel tanah sesuai dengan hukum gravitasi. Partikel-partikel ini juga berperan sebagai bahan pengikis yang efektif bagi tanah yang dilaluinya (Wisler dan Brater, 1967). Apabila hujan merupakan masukan dalam system hidrologi di aliran sungai tersebut akan menghasilkan keluaran berupa aliran pada outlet.

Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat erosi yang ada di Indonesia yang semakin lama semakin mengkhawatirkan, maka perlu segera dilakukanlangkah-langkah pengaman. Utomo (1983) menegaskan bahwa tindakan pengawetantanah dan air sangat diperlukan guna menanggulangi masalah erosi tersebut. Sedangkan usaha pengawetan tanah dan air bukan usaha menyesuaikan macam penggunaan tanah dengan sifat-sifat tanah, serta member perlakuan yang sesuai dengan syarat-syarat yang dibutuhkan (Arsyad, 1979).

gravatar

Wedhus Gembel, Awanpanas Merapi


Badan Geologi memiliki majalah populer yang menarik. Didalamnya banyak sekali informasi kebumian yang dikemas dengan bahasa populer. Dibawah ini salahsatu artikel menarik yang diambil dari edisi Warta Geologi 2010 yg terbit bulan Maret.

Wedhus Gembel

ditulis oleh : Oleh: SR Wittiri

Gelegar suara benturan bebatuan yang menggelinding diselingi dengan desiran semilir angin melengkapi serenade yang tengah berlangsung di lereng Merapi menciptakan suasana magis.

Percikan api dari lava pijar bagaikan kilat yang menyambar menerangi gelapnya malam melengkapi resahnya gundah hati penduduk. Itu adalah simfoni klasik yang digelar secara berkala setiap 4 atau 5 tahun sekali, di kala Merapi meletus. Gemuruh gelinding bebatuan ibarat hentakan ratusan kuda perang yang berlari kencang menerbangkan debu dan memercikkan pijaran api, apapun yang berada dihadapannya akan diterjang tanpa ampun. Gulungan ombak bermuatan debu hingga bongkah bersatu padu dalam satu adonan bersuhu tinggi dengan tekanan turbulensi yang amat dahsyat menyusuri lereng dengan kecepatan melampaui jet, bagaikan awan yang melayang rendah, itulah awan panas.

Gambaran di atas adalah perpaduan antara suasana magis dan ketidakpastian yang muncul bersamaan dalam satu kesatuan waktu di Lereng Merapi.


Gunung api yang sangat aktif ini memerlukan perhatian dan kesiapan fisik serta mental, bahkan intuisi karena selalu saja terjadi perubahan dari hari ke hari, bahkan detik demi detik, terutama dalam keadaan krisis vulkanik. Terlambat mengetahui perubahan yang ada berarti kehilangan informasi. Demikian pentingnya suatu informasi karena akan berkaitan dengan kebijakan yang diambil menyangkut kehidupan ribuan penduduk yang menggantungkan hidupnya di Lereng Merapi. Di sana ada penambang pasir batu, ada ibu dan anak yang mencari kayu bakar, ada peternak yang mencari rumput dan menggembalakan hewan, ada petani yang menyiangi ladang, terdapat banyak komunitas manusia dengan berbagai aktivitas dan kepentingan. Semuanya memerlukan perlindungan tanpa kecuali.


Awan panas, istilah yang mengerikan bagi para vulkanolog. Mengapa demikan? Karena awan panas adalah campuran material letusan berupa abu, pasir hingga bongkah dalam satu adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi karena densiti dan suhunya yang tinggi (300 – 700o C) menyusuri lereng bagaikan awan yang melayang sangat cepat (> 70 km per detik), tergantung kemiringan lereng.

Dalam tulisan ini proses terjadinya awan panas mengambil contoh kasus Letusan Merapi Tahun 2001, salah satu letusan yang berhasil diprediksi dengan baik, lebih banyak ditampilkan dengan gambar agar lebih mudah dipahami.

Wedus Gembel


Apabila berada di Kota Yogyakarta dan sekitarnya, puncak Gunung Merapi senantiasa terlihat dengan jelas terutama bila cuaca sedang bersahabat. Gunung api yang sangat aktif ini berdiri megah melingkupi beberapa daerah kabupaten di Daerah Istimewa Yoyakarta dan Jawa Tengah.

Secara berkala setiap 4 atau 5 tahun sekali Merapi meletus. Sesungguhnya letusannya tidak terlalu besar bila dibanding dengan letusan gunung api yang beristirahat lama, misalnya Letusan 1982 Gunung Galunggung, Jawa Barat atau Letusan 1998 Gunung Colo Sulawesi Tengah. Yang istimewa dari letusan Gunung Merapi adalah tipe letusannya yang sangat khas yang dikenal dengan Letusan Tipe Merapi (Merapi Type Eruption). Ciri khasnya adalah awan panas guguran.

Secara rinci berdasarkan vulkanologi (ilmu kegunungapian) Letusan Tipe Merapi dapat diterangkan sebagai berikut:

Dibawah Merapi

Menurut para ahli bahwa Merapi memiliki 2 (dua) kantong magma, masing-masing di kedalaman > 30 km dan <> 60 km. Secara fisika diterangkan bahwa benda panas yang berada di sekeliling benda yang relatif lebih dingin cenderung terdorong. Magma yang mempunyai suhu > 700oC akan bermigrasi secara vertikal melalui celah lapisan batuan dan pada akhirnya akan masuk ke dalam kantong yang ada di atasnya.

Proses tersebut berlaku pula di Merapi. Pasokan magma dari dapur hingga mencapai kantong pertama tidak pernah berhenti. Migrasi magma dari kantong pertama ke kantong kedua memerlukan waktu. Apabila kantong kedua sudah terisi penuh, maka magma akan menerobos batuan penutup yang ada di puncak. Dalam upayanya tersebut, tidak ada cara lain kecuali membongkar batuan penutup hingga terbuka peluang magma mengalir ke permukaan.


Ketika proses pembongkaran batuan penutup tersebut berlangsung, mulai terjadi guguran bebatuan. Makin lama volumenya kian membesar hingga akhirnya tercampur dengan magma yang masih segar, pertanda bahwa fluida magma sudah berhasil mencapai permukaan.

Secara kasat mata dapat disaksikan gulungan ombak bebatuan turun dari puncak mengikuti lereng. Pada malam hari dengan jelas terlihat percikan lava pijar, bahkan gulungan bola api menggelinding liar. Apabila volume guguran bebatuan ini semakin besar, maka tercipta adonan berbagai ukuran material bersatu padu dengan gas dan menghasilkan awan panas. Istilah awan dipergunakan untuk menggambarkan betapa adonan bebatuan panas tersebut tidak saja menggelinding, tetapi sebagian melayang bagaikan awan di atas puncak menerjang ke bawah. Karena kenampakannya seperti bulu domba, maka penduduk Lereng Merapi menyebutnya dengan “wedhus gembel” yang artinya bulu domba.

Kalau tekanan magma sudah melemah sementara suplai masih berlangsung, maka kejadian guguran akan berkurang dan pada akhirnya magma tidak lagi tumpah ke lereng, tetapi membeku di puncak dan membentuk tonjolan yang dikenal dengan kubah lava. Oleh karena itu di puncak Merapi banyak terdapat kubah lava yang terbentuk setiap akhir letusan. Dalam perjalanan waktu, adakalanya kubah tersebut terbongkar oleh desakan magma yang datang kemudian dan membentuk kubah yang baru.


Dari sisi vulkanologi, migrasi fluida magma tidak pernah berhenti. Apabila kantong bagian atas sudah kosong karena letusan, maka menunggu pasokan berikutnya dari bawah. Waktu pengisian

dari kantong bagian bawah hingga ke atas memerlukan waktu relatif, antara 4 hingga 5 tahun. Itulah sebabnya Gunung Merapi giat setiap periode waktu tersebut.n

Penulis adalah Ketua Dewan Redaksi Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi (JLBG).

Sumber : Warta Geologi Maret 2010

gravatar

Coba meng-Hack BASYA WORLD ??? Maaf Anda Salah Tempat


Sangat mengejutkan dan sangatlah mengherankan ternyata ada juga yang coba-coba menghack BASYA WORLD. Bayangkan saja dalam kurun waktu satu minggu ini sudah dua kali ada yang ngoprek alias ingin mencuri hasil karya orang lain yang sudah dikerjakan dengan susah payah selama berbulan-bulan. Tidak tanggung-tanggung akun facebook yang admin gunakan untuk membuat halaman BASYA WORLD pun kena HACKING. BASYA WORLD adalah bukan tempat yang pantas anda hack. BASYA WORLD amin hanya sebuah blog kecil dengan jumlah kunjungan yang tidak terlalu banyak perharinya dibandingkan BLOG lainnya. Lantas apa yang anda inginkan dari BASYA WORLD. Janganlah kita saling mencoba merusak. Kita saling menghargai itu dengan apa yang kita miliki itu INDAH...!

Salam kedamaian Blogger... v(^_^)v

gravatar

Hubungan Vulkanisme dan Gempa – 1 (temporal relation)

Menjelaskan hubungan gempa dengan vulkanisme merupakan tantangan menarik. Terutama dalam menjelaskan hubungan temporal dan hubungan kausal. Hubungan temporal (temporal relation) adalah hubungan karena kesamaan waktu kejadiannya. Sedangkan hubungan kausal (causal relation) adalah hubungan sebab akibat.

Secara mudah dapat dipakai analogi kejadian “memanaskan air menyebabkan air mendidih”. Ini adalah kejadian kausal. Walaupun kita mendapatkan foto air mendidih secara logika kita tahu bahwa mendidihnya air karena adanya panas api kompor dibawahnya. Dan dengan menggunakan ilmu fisika dasar di SD pun kita mampu menjelaskan dengan mudah. Yang pasti bukan karena air mendidih menyebabkan adanya api dikompor, kan ?

Namun tidak demikian kalau kita melihat gejala gempa dan erupsi gunungapi. Karena keduanya tidak secara mudah disimpulkan sebagai sebab akibat.

Dibawah ini sedikit cara menjelaskan mengapa menghubungkan keduanya tidak sesederhana seperti kejadian memasak air .

Hubungan antara Tektonik, Gempa dan Vulkanik secara grafis.

Tentunya cerita bagaimana tektonik mampu menyebabkan terjadinya gempa dan membentuk gunungapi sudah dimengerti. Proses ini terjadi tidak dalam masa hidup manusia yang hanya puluhan tahun. Tetapi ini sudah terjadi jutaan tahun yang lalu. Ya sudah terjadi jutaan bahkan milyar tahun lalu sejak bumi terbentuk.

Data dan fakta yang kita lihat sesuai dengan pemahaman keterkaitan ketiganya. Dalam garis waktu memperlihatkan kejadiannya terlihat acak dan tidak berhubungan.

Catatan kejadian merupakan data dan fakta dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di bumi ini. Sejarawan (arkeolog) mencatat kejadian sejak manusia mampu menulis. Antropolog mencatat sejak adanya manusia, sedangkan ahli geologi mencatat kejadian berdasarkan batuan-batuan yang ada.

Interpretasi 1. Gempa menyebabkan erupsi, namun seringkali ada gempa besar yg tidak diserta erupsi dalam waktu yang bersamaan.. uspt !

Interpretasi 1.

Gempa menyebabkan atau memicu terjadinya erupsi gunungapi. Memang sangat logis kalau kita melihat sesuatu benda bertekanan bila digetarkan maka akan meletup. Gempa adalah getaran dan erupsi adalah hasil dari getaran gempa. Namun tidak selalu terjadi. Sehungga tingkat korelsinyapun tidak akan pernah 100%. Walaupun tidak disangkal bahwa temporal relation ini terbaca, terlihat dan sesuai data maupun pengalaman.

Interpretasi 2. Erupsi menyebabkan gempa. Sama saja ada bolong-bolong ditengahnya. Apakah ada data terlewat ?

Interpretasi 2

Gunungapi ketika erupsi menunjukkan adanya aktifitas magma. Ya tentusaja setiap gunung erupsi itu adalah manifestasi dari aktifitas magma yang memiliki tekanan ingin keluar. Tekanan magma ini tentusaja akan mempengaruhi tempat-tempat serta batuan yang sedang mengalami stress.

Ketika tekanan magma turun akibat erupsi, tentusaja tekanan ini mampu memicu gempa juga. Nah proses itu bisa berjalan bolak-balik dan dinamis. Tidak selalu terjadi satu arah saja tetapi masih dalam waktu yang sanat berdekatan.

Gempa hari menyebabkan erupsi besok pagi, atau erupsi kemarin menyebabkan gempa gempa nanti sore. Ini yang paling sering dipikirkan si Thole saat ini karena masa pengamatan manusia hanyalah berdasarkan memori pendeknya saja. Pengamatan individu paling hanya berselang setahun atau paling banter seratus tahun kalau melihat dan belajar sejarah.

Interpretasi 3. Adanya selang waktu antara gempa dan erupsi vulkanisme. Tapi berapa selang waktunya ? dan apakah bukan sebaliknya erupsi yang memicu gempa ?

Interpretasi 3

Geologi memiliki jangkauan pengamatan jutaan tahun. Batuan-lah yang menjadi catatan sejarah yang dibaca para geologist. Juga geologist sudah terbiasa berpikir dalam empat dimensi ruang-waktu yang sangat panjang dan luas. Namun juga tidak mungkin geologist serta merta memikirkan hal ini.

Ingat proses ini sudah terjadi sejak jutaan tahun lalu. Namun teori plate tektonik saja baru ketemukan 50 tahun yang lalu. Bahkan pencatatan detil dari gempa di dunia (lokasi serta magnitude) baru dimulai secara seragam baru dimulai tahun 1960. Tentusaja geologist tidak mudah menghubungkan catatan sejarah yang tertulis dengan catatan batuan.

Frekuensi serta magnitude terjadi nya gempa sangat jauh berbeda dengan frekuensi terjadinya gunung api. Sedangkan proses gerakan tektonik menerus dengan intensitas berubah.

Frekuensi serta magnitude terjadi nya gempa sangat jauh berbeda dengan frekuensi terjadinya gunung api. Sedangkan proses gerakan tektonik menerus dengan intensitas berubah.

Memang bener catatan yang kita miliki tidak semuanya sama dimensi serta jangkauannya. Berdasarkan frekuensi terjadinya saja sangat berbeda. Gempa dengan kekuatan diatas 5M di Indonesia saja terjadi 5 kali setiap tahu, Sedangkan gunungapi erupsinya antara 5-10-15 tahun bahkan bisa ada yang ratusan tahun baru erupsi lagi.

Jadi dengan temporal relation (hubungan kesamaan waktu) saja tidak mudah menghubungkan gempa satu dengan gempa lainnya, maupun gempa dengan erupsi. Apalagi catatan sejarah antropolog baru dimulai ratusan tahun lalu, catatan arkeolog mungkin ratusan ribuan tahun, sedangkan geologi dan vulkanologi memiliki catatan jutaan tahun lalu. Masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Hanya saja tidak semudah mencampur sayur menjadi gado-gado.

Sumber: "Dongeng Geologi"

Daftar Isi Basyabook

Follow Me on Twitter

My Skype

My status

Ocehan @basya999

Ngobrol Yuk...

My Google Talk

Artikel Basya World