Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah akan selalu mengalami perubahan-perbuahan, yaitu sebagai segi fisik, kimia ataupun biologi tanahnya. Perubahan ini terutatama karena pengaruh berbagai unsur alamiah, tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia yang berkaitan dengan aktivitasnya. Kerusakan tanah yang diakibatkan oleh tindakan manusia yang berlebihan misalnya kerusakan dengan lenyapnya lapisan olah tanah untuk usaha di bidang pertanian (Sutedjo, 1991:99).
Dalam kaitannya dengan perlakuan manusia pada kegiatan pertanian, yang tidak dikelola dengan efektif akan mudah menjadi bumerang bagi manusia itu sendir, adanya keterbatasna ketersediaan tanah yang cocok dan sesuai untuk kegiatan manusia di bidang pertanian dan makin tingginya kebutuhan akan lahan mendorong manuia untuk memanfaatkan tanah secara berlebihan dan cenderung merusak. Keadaan tersebut menyebabkan permasalahn-permasalahan seperti penggunaan lahan yang tidak tepat karena tidak sesuai dengan kelas kemampuannya dan penggunaan lahan yang tidak disertai dengan usaha konservasinya. Kerusakan tanah dapat terjadi karena beberapa hal antara lain: 1) kehilangan unsur hara dan bahan organik di perakaran, 2) penjenuhan tanah oleh air (water logging) dan 3) erosi (Arsyad, 1989: 16).
Erosi berlangsung secara alamiah (geological erosion) yang kemudian berlangsungnya itu dipercepat oleh beberapa tindakan atau perlakuan manuisa terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya (accelerated erosion). Pada erosi alamiahtidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan, karena peristiwa ini banyaknya tanah yang terangkut seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat apat di sebabkan karena kegiatan manusia, kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Usaha pertanian pada umumnya tidak ada yang hasilnya memperlambat laju erosi alam bahkan sebaliknya mempercepat laju erosi dan sudah dapat dipastikan banyak menimbulkan kerugian kepada manusia seperti longsor, banjir, turunnya produktivitas tanah. Pada peristiwa erosi (yang dipercepat) volume pernghanyutan tanah atau laju erosi lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah, sehingga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus dan pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkutnya lapisan tersebut (Sutedjo, 1991: 100).
Erosi merupakan pengikisan dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpas), es bergerak atau angin (Notohadiprawiro, 1999: 74).
Menurut Rahim (2000; 28) erosi merupakan suatu proses yang terdiri dari penguraian massa tanah menjadi partikel-partikel tunggal dan pengangkutan partikel-partikel tunggal tersebut oleh tenaga erosi. Tenaga yang menyebabkan terjadinya erosi adalah air, angin dan salju. Erosi didefinisikan sebagai peristiwa hilangnya atau terkikisnya bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin atau es. Erosi yang paling besar terjadi di Indonesia adalah erosi air. Erosi disebabkan oleh adanya daya disperse dan daya transportasi air pada saat turun hujan. Apabi;a air hujan tidak mampu menghancurkan tanah menjadi butiran-butiran kecil dan otomatis tidak terjadi erosi. Daya dispersi merupakan daya air memisah tanah yang mula-mula dalam bentuk agregat menjadi pecah terdispersi karena adanya tetesan titik-titik air hujan, sehingga menjadi butir-butir yang halus. Daya transportasi merupakan daya angkut bahan yang mengalir, dalam hal ini run off.
Arsyad (1980) memberikan batasan erosi sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami berupa air atau angin (hardjoamidjojo, 1993).
Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (Asdak, 2004)
1. Mekanisme terjadinya erosi
Erosi tanah melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment) dan tahap pengangkutan oleh media yang erosive (transportation). Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan (sedimentation) (suripin, 2002).
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih-kurang merata ke segala arah, namun untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas tersebut akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka kan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas, baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliram permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikeltanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin,2002).
2. Macam-macam erosi
Ada beberapa tipe erosi sebagai berikut: (Asdak, 2004: 339)
1. Erosi percikan (splash erosion) : proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetic air hujan bebas atau sebagai air lolos.
2. Erosi kulit (sheet erosion) : erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff).
3. Erosi alur (riil erosion) : pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikrl tanah oleh aliran air larian/limpasan yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air.
4. Erosi parit (gully erosion) : membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar serta merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.
a) Erosi parit terputus; dijumpai di daerah bergunung, diawali oleh adanya gerusan yang melebar di bagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air larian yang besar.
b) Erosi parit yang bersambungan: berawal dari terbentuknya gerusan0gerusan permukaan tanah oleh air larian ke tempat yang lebih tinggi dan cenderung berbentuk jari-jari tangan.
c) Erosi parit bentuk V: terjadi pada tanah yang relative dangkal dengan tingkat erodibilitas (tingkat kerapuhan tanah) seragam.
d) Erosi bentuk U: terjadi pada tanah dengan erodibilitas rendah terletak di atas lapisan tanah dengan erodibilitas tanah yang lebih tinggi.
5. Erosi tebing sungai (streambank erosion) : pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar-dasar sungai oleh aliran air sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah adanya gerusan aliran sungai dan oleh adnya longsoran tanah pada tebing sungai.
3. Faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi erosi
Iklim dan geologi merupakan factor utama yang mempengaruhi proses erosi. Disamping karakteristik lahan dan vegetasi, dimana keduanya bergantung pada dua factor terdahulu dan saling mempengaruhi. Diluar factor tersebut, kegiatan manusia di muka bumi juga member andil yang cukup besar pada perubahan laju erosi. Untuk memahami kapan dan bagaimana erosi terjadi, masing-masing factor tersebut harus diuji secara detail dan aspek-aspek yang relevan diidentifikasi secara tepat. Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu: (Suripin, 2004: 41)
1. Iklim
Factor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi adalah hujan, temperatur dan suhu. Hujan mempunyai peranan dalam erosi melalui tenaga pengelupasan dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi meliputi jum;ah atau kedalaman hujan, intensitas dan lamanya hujan.
2. Tanah
Dalam kaitannnya dengan mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi, sifat-sidat fisik tanah yang mempengaruhi meliputi: tekstur, struktur, infiltrasi, dan kandungan bahan organik.
3. Topografi
Faktor topografi pada umumnya dinyatakan dalam kemiringan dan panjang lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng.
4. Vegetasi
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, 2) menurunkan kecepatan dan volume aliran permukaan/limpasan, 3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui system perakaran, 4) mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.
5. Tindakan campur tangan manusia
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu factor penting terhadap terjadinya erosi yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan yang berpengaruh terhadap erosi misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan untuk pemukiman atau lahan pertanian.
4. Erosi yang diperbolehkan
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan, adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Arsyad, 2000).
Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan disebut nilai T.
Beberapa cara untuk menetapkan nilai T telah dikemukakan, dan besarnya nilai T tanah pada beberapa Negara telah ditetapkan. Thompson (1957) menyarankan sebagai pedoman penerapan nilai T dengan menggunakan kedalaman tanah, permeabiltas lapisan bawah dan kondisi substratum, seperti tertera pada tabel berikut.
Pedoman penetapan nilai T berdasarkan Thompson
(Arsyad, 2000)
Sifat tanah dan Sunstratum | Nilai T |
Ton/acre/tahun | Ton/ha/tahun |
1 | Tanah dangkal di atas batuan | 0,5 | 1,12 |
2 | Tanah dalam di atas batuan | 1,0 | 2,24 |
3 | Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat, di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan) | 2,0 | 4,48 |
4 | Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilotas lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi | 4,0 | 8,96 |
5 | Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi | 5,0 | 11,21 |
6 | Tanah yang lapisan bawahnya permeable (agak cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi | 6,0 | 13,45 |
Catatan:
·
· Berat volume tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 gr/cc akan tetapi pada umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat volume antara 1,0 sampai 1,2 gr/cc
Hasil penelitian Hardjowigeno (1987)dapat ditetapkan besarnya T maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan tanah (subsoil) yang permeable dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad,2000).
5. Indeks bahaya erosi
Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Nahaya Erosi, yang didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad, 2000: 274) :
Indeks bahaya Erosi =
Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan, indeks bahaya erosi dapat ditentukan seperti pada table berikut:
Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi menurut Hammer
(Arsyad, 2000)
Nilai Indeks Bahaya Erosi | Harkat |
<> 1,01 – 4,0 4,01 – 10,0 > 10,01 | Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi |
6. Erosi di Indonesia
sebagian besar wilayah di Indonesia beriklim tropis lembab dengan curah hujan yang relatif tinggi, baik dalam hal jumlah maupun intensitasnya. Adapun proses erosi yang terjadi di daerah tropis dengan curah hujan rata-rata > 1.500 mm/tahun adalah dipengaruhioleh air ( kartosapoetra, 1989). Dengan demikian erosi yang terjadi adalah lebih banyakk disebabkan oleh air (hujan). Intensitas hujan yang terjadi di Indonesia tercata sangat bervariasi dan bergantung pada lokasinya, namun menunjuk adanya kecenderungan terjadi erosi ingkat tinggi (Lal 1976).
Erosi yang terjadi di Indonesia menjadi masalah serius sejak pertengahan abad 19, sejalan dengan dibukanya sebagian hutan di jawa untuk tanaman perkebunan. Akibat adanya konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan lahan pertanian secara berlebihan, terutama di daerah hulu daerah alian sungai (DAS) menimbulkan erosi yang semakin cepat, bahkan banjir dan terjadi kerusakan tanah. Banjir terjadiantara lain di daerah Bengawan Solo, Ciliwung, Citandui dan Cimanuk (Utamo, 1989).
Curah hujan dengan jumlah dan intensitas yang tinggi mengakibatkan timbulnya suatu kondisi dimana kecepatan infiltrasi lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah air yang jatuh. Hal inilah yang menimbulkan kelebihan air sebagai aliran permukaan, dan aliran permukaan yang menyebabkan erosi tahap kedua setelah erosi percik yaitu pengangkutan partikel-partikel tanah sesuai dengan hukum gravitasi. Partikel-partikel ini juga berperan sebagai bahan pengikis yang efektif bagi tanah yang dilaluinya (Wisler dan Brater, 1967). Apabila hujan merupakan masukan dalam system hidrologi di aliran sungai tersebut akan menghasilkan keluaran berupa aliran pada outlet.
Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat erosi yang ada di Indonesia yang semakin lama semakin mengkhawatirkan, maka perlu segera dilakukanlangkah-langkah pengaman. Utomo (1983) menegaskan bahwa tindakan pengawetantanah dan air sangat diperlukan guna menanggulangi masalah erosi tersebut. Sedangkan usaha pengawetan tanah dan air bukan usaha menyesuaikan macam penggunaan tanah dengan sifat-sifat tanah, serta member perlakuan yang sesuai dengan syarat-syarat yang dibutuhkan (Arsyad, 1979).